Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Mantan Narapidana Maju di Pilkada Dinilai Tak Batasi Hak untuk Dipilih

Kompas.com - 05/12/2016, 20:16 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara, Saldi Isra menilai, peraturan pencalonan diri seorang mantan narapidana untuk menjadi kepala daerah sudah cukup toleran.

Hal itu disampaikan Saldi saat menjadi ahli dari pihak terkait, yakni Perludem dan ICW, dalam sidang uji materi yang diajukan oleh Gubernur Gorontalo Rusli Habibie.

Rusli menilai, ketentuan Pasal 7 ayat 2 huruf g pada Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada (UU No 10/2016) bersifat diskrimintatif.

Sebab, melarang terpidana mencalonkan diri.

Aturan tersebut dinilai oleh Rusli bertentangan dengan UUD 1945, karena telah menciderai hak konstitusionalnya sebagai warga negara yang juga memiliki hak untuk dipilih.

Adapun bunyi Pasal 7 ayat 2 huruf g UU No 10/2016 yaitu, "Calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon wali kota dan calon wakil wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: G. Tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana".

Menurut Saldi, larangan terpidana untuk maju sebagai kepala daerah menjadi tidak berlaku mutlak dalam pasal tersebut.

Sebab, dalam pasal itu juga ada frasa "... bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana".

"Dengan frasa ini, posisi kemutlakan syarat tidak pernah sebagai terpidana pun hilang. Dalam arti, yang berhak menjadi calon kepala daerah bukan hanya orang yang tidak pernah sebagai terpidana saja, melainkan orang yang pernah menjadi terpidana dan atau mantan terpidana," ujar Saldi, dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Senin (6/12/2016).

Adapun, pelaku tindak pidana yang tidak diperbolehkan mencalonkan diri menjadi kepala daerah adalah mantan terpidana bandar narkoba, dan kejahatan seksual terhadap anak.

Hal itu dituangkan dalam penjelasan dari Pasal 7 ayat 2 huruf g UU No 10/2016.

Saldi mengatakan, aturan tersebut sedianya menjadi penjelas agar calon kepala daerah harus orang yang memiliki rekam jejak baik, bukan sebaliknya.

"Salah satu alat ukurnya adalah, apakah yang bersangkutan pernah diputus bersalah atau tidak oleh pengadilan karena melakukan tindak pidana," papar Saldi.

Bahkan di negara terbelakang sekalipun, lanjut Saldi, masyarakat menuntut agar orang yang menduduki jabatan publik harus bersih dari catatan kejahatan dan pelanggaran moral serius.

"Jadi, kalau pun frasa 'tidak pernah sebagai terpidana' diberlakukan sebagai syarat mutlak, itu pun masih dapat diterima dalam perspektif bahwa seorang pejabat publik sama sekali tidak boleh memiliki cacat," kata Saldi.

Meski demikian, ia menilai, aturan ini tidak berlaku mutlak karena Pasal 7 ayat 2 huruf g UU No 10/2016 juga menyebut ketentuan mengumumkan status mantan narapidana bagi mereka yang pernah terjerat kasus hukum untuk tetap bisa maju.

"UU No 10/2016, sesungguhnya masih sangat toleran dalam frasa 'tidak pernah sebagai terpidana' tidak lagi berlaku mutlak. Sebab frasa itu masih diiringi dengan frasa lain sebagai alternatif, yaitu frasa 'atau bagi mantan terpidana telah secara terbuka dan jujur memgemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan narapidana'," ujar dia.

Sebelumnya, pada awal Agustus 2016, Rusli mendapat putusan kasasi dengan pidana 1 tahun penjara dengan masa percobaan 2 tahun atas tuduhan melakukan penghinaan dan melanggar Pasal 317 ayat 1 KUHP.

Gugatan Uji materi yang diajukan Rusli teregistrasi di MK dengan nomor perkara 71/PUU-XIV/2016. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com