JAKARTA, KOMPAS.com - Usulan mengenai masa jabatan hakim konstitusi yang sedang diuji permohonannya oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai berbahaya. Sebab, usulan tersebut dinilai rawan membawa kepentingan personal hakim konstitusi yang tengah menjabat.
Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Aradilla Caesar, mengatakan, usulan masa jabatan seumur hidup berpotensi memberikan keuntungan personal hakim konstitusi yang tengah menjabat saat ini. Sebab, hakim konstitusi tak perlu mengikuti proses seleksi kembali untuk menjabat di periode berikutnya.
"Masa jabatan seumur hidup tentu saja akan memberikan keuntungan langsung bagi hakim karena tidak perlu lagi mengikuti proses seleksi kembali oleh tiga lembaga, yakni Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam UUD 1945," kata Aradilla dalam konferensi pers di Sekretariat ICW, Jakarta, Minggu (27/11/2016).
Selain itu, kata dia, usulan tersebut berpotensi menyebabkan para hakim mencari keuntungan pribadi pada masa jabatannya yang begitu lama.
"Bayangkan kalau hakim memiliki masa jabatan seumur hidup, ini akan sangat koruptif dan berpotensi menyalahgunakan kewenangannya," kata Aradilla.
Untuk itu, Aradillla meminta Mahkamah Konstitusi menolak permohonan dengan nomor perkara 73/PUU-XIV/2016 yang diajukan Center Strategic Studies Universitas Indonesia (CSS-UI) tersebut. Sebab, permohonan itu berkaitan langsung dengan personal hakim.
Selain itu, Revisi UU Mahkamah Konstitusi juga sedang dibahas oleh DPR saat ini.
"Seharusnya MK menahan diri karena masih dibahas oleh DPR," ucap Aradilla.