JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 300 juta kepada politisi Partai Golkar Budi Supriyanto.
Dalam pertimbangan putusan, Majelis Hakim mengesampingkan materi pembelaan yang disampaikan Budi dan penasehat hukumnya.
"Atas fakta-fakta hukum, maka terdakwa haruslah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi," ujar Majelis Hakim, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/11/2016).
Dalam nota pembelaan, Budi mengatakan bahwa saat menerima uang dari dua staf anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti, Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin, ia tidak mengetahui bahwa pemberian uang tersebut terkait program aspirasi di Maluku yang ia usulkan.
(Baca: Politisi Golkar Budi Supriyanto Divonis 5 Tahun Penjara)
Budi merasa ragu, apakah uang tersebut terkait program aspirasi, atau fee terkait proyek pembangunan jalan bebas hambatan di Solo, Jawa Tengah, yang dikerjakan bersama Damayanti.
Selain itu, Budi merasa telah mengembalikan uang yang diduga terkait program aspirasi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pengembalian dilakukan sebelum 30 hari setelah ia menerima uang dari dua staf Damayanti.
Dalam pertimbangan, Majelis Hakim berpendapat bahwa berdasarkan fakta, keterangan saksi dan barang bukti, terdakwa telah jelas menerima uang dari Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.
Ada pun, uang tersebut berasal dari pengusaha Abdul Khoir, yang dijanjikan akan melaksanakan proyek atas program aspirasi yang diusulkan Budi Supriyanto.
Majelis Hakim menilai, keraguan Budi saat menerima uang seharusnya membuat ia menolak pemberian dari dua staf Damayanti.
Penerimaan uang justru membuktikan bahwa Budi mengetahui uang tersebut ada kaitannya dengan fee program aspirasi.
"Saat bertemu Damayanti, terdakwa juga tidak menanyakan sama sekali soal uang yang diterima," kata anggota Majelis Hakim.
Sementara itu, terkait pengembalian uang kepada KPK, Majelis Hakim menilai bahwa pengembalian tersebut tidak menghapus tindak pidana yang telah dilakukan Budi.
Sebab, pengembalian uang atas laporan gratifikasi baru dilakukan setelah petugas KPK menangkap Damayanti dan dua orang stafnya.
Dengan kata lain, pengembalian uang terjadi karena ada faktor eksternal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.