Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan Komisi X: Dugaan Korupsi Pemilihan Rektor Mengagetkan Dunia Pendidikan

Kompas.com - 26/10/2016, 20:12 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi X DPR Ferdiansyah mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk membongkar dugaan korupsi di sejumlah perguruan tinggi.

KPK sebelumnya mengungkap adanya indikasi korupsi terkait pemilihan rektor di sejumlah perguruan tinggi negeri.

Namun, demi kepentingan penanganan perkara, lembaga antikorupsi ini belum bersedia merinci dugaan penyimpangan itu.

(Baca: KPK: Dugaan Korupsi Pemilihan Rektor Biasanya di Universitas Beraset Besar)

"Kami terkaget-kaget kalau memang terjadi. Kok hal ini terjadi di dunia pendidikan, apalagi dunia pendidikan tinggi yang harusnya orang berpikirnya sudah jauh ke depan dan punya moral tinggi," kata Ferdiansyah saat dihubungi, Rabu (26/10/2016).

Menurut Ferdiansyah, sangat ironis apabila pemilihan rektor diwarnai korupsi. Apalagi jika nantinya penyidikan menyeret nama-nama rektor atau pejabat perguruan tinggi.

Dunia pendidikan, kata dia, akan tercoreng jika pemilihan pimpinannya pun diwarnai korupsi.

"Kan kita sangat hindari. Apalagi dalam konteks dunia pendidikan. Kalau memang iya, itu harus diusut terus," tutur Politisi Partai Golkar itu.

Menteri Ristek dan Dikti Muhammad Nasir terkejut mendengar informasi pimpinan KPK. Ia mengaku belum pernah mendengar informasi tersebut. "Jika memang ada persoalan hukum, silakan KPK masuk," kata Nasir.

Nasir juga meminta KPK ikut mendampingi pemilihan rektor agar prosesnya berjalan transparan di semua PTN.

(Baca: KPK Usut Dugaan Korupsi Pemilihan Rektor Sejumlah PTN)

Dalam kesempatan terpisah, anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Ahmad Alamsyah Saragih, menuturkan, ORI sudah menerima informasi dari setidaknya tujuh PTN di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi, mengenai dugaan suap pemilihan rektor.

Menurut dia, dari informasi itu muncul nama-nama yang sama, yakni petinggi salah satu partai politik serta oknum di Kemristek dan Dikti.

Alamsyah menuturkan, dalam pemilihan di tiga PTN, pemberi informasi mengungkapkan bahwa sudah terjadi penyerahan uang.

"Besarnya bervariasi, antara Rp 1,5 miliar sampai Rp 5 miliar. Hal yang dikhawatirkan adalah jika kemudian ada kelanjutan berupa brokering (percaloan) proyek-proyek di kampus," paparnya.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com