Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penegakan Hukum Lingkungan Belum Dapat Dukungan Penuh Pemerintah

Kompas.com - 23/10/2016, 22:54 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dianggap tak mendukung penuh penegakan hukum lingkungan sejak dua tahun memerintah. 

Padahal, menurut Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani, saat kampanye pada 2014, Jokowi-JK berjanji untuk menegakkan hukum secara konsekuen, tanpa pandang bulu, dan tanpa kekhawatiran kehilangan investor.

Ismail beranggapan, hambatan penegakan hukum lingkungan justru disebabkan aparat penegak hukum.

"Saya melihat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selama dua tahun terakhir cukup gigih. Bagaimana memastikan para pelanggar hukum lingkungan bisa diadili. Tetapi usaha yang sungguh-sungguh dari KLHK ini tidak mendapat dukungan yang serius dari institusi kepolisian dan kejaksaan," ujar Ismail di Kantor Setara Institute, Jakarta, Minggu (23/10/2016).

Menurut Ismail, hambatan dalam penegakan hukum lingkungan ini tampak dari terbitnya Surat Perintah Penghentian Penyedikan (SP3) oleh kepolisian.

SP3 tersebut diberikan kepada 15 perusahaan yang sempat menjadi tersangka pembakaran hutan dan lahan di Indonesia.

(Baca: ICW Nilai SP3 15 Perusahaan Riau Tidak Dapat Dipertanggungjawabkan)

"Alih-alih mendukung, Polri justru menerbitkan SP3 terhadap 15 perusahaan yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai tersangka pembakaran hutan," kata Ismail.

Menurut Ismail, Presiden Jokowi selama ini cenderung pasif dalam menyikapi kasus SP3 15 perusahaan yang sebelumnya disangka membakar hutan dan lahan.

Padahal, menurut Ismail, Jokowi hanya perlu memerintahkan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian menyidik ulang kasus tersebut. Itu jika Presiden berkomitmen menegakan hukum lingkungan.

"Padahal kalau saja Pak Jokowi mau memerintahkan Kapolri melakukan penyidikan ulang terhadap 15 perusahaan, saya yakin komitmen Jokowi dalam penegakan hukum lingkungan dapat terpenuhi," tutur Ismail.

Selain itu, sikap tersebut juga dianggap dapat memberikan terapi kejut bagi korporasi bandel. "Ini dapat memberikan efek jera yang luar biasa bagi korporasi yang selama ini gemar membakar hutan untuk membuka lahan baru," ucap Ismail.

Sebelumnya, kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli 2015. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang untuk diproses hukum.

(Baca: SP3 15 Perusahaan Tersangka Pembakar Hutan Dinilai Penuh Kejanggalan)

Adapun ke-15 perusahaan tersebut adalah PT Bina Duta Laksana (HTI), PT Ruas Utama Jaya (HTI), PT Perawang Sukses Perkasa Indonesia (HTI), PT Suntara Gajah Pati (HTI), PT Dexter Perkasa Industri (HTI), PT Siak Raya Timber (HTI), dan PT Sumatera Riang Lestari (HTI).

Lalu, PT Bukit Raya Pelalawan (HTI), PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam (HTI), PT Rimba Lazuardi (HTI), PT PAN United (HTI), PT Parawira (Perkebunan), PT Alam Sari Lestari (Perkebunan), dan PT Riau Jaya Utama.

Namun Polda Riau mengeluarkan SP3 kepada 15 perusahaan tersebut. Alasannya tak ada bukti yang mengarah bahwa 15 perusahaan tersebut membakar hutan dan lahan. Setelah dikeluarkannya SP3 itu Komisi III DPR membentuk Panja Kebakaran Hutan dan Lahan.

Kompas TV 2 Perusahaan Jadi Tersangka Kebakaran Hutan Riau
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com