JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Boy Rafli Amar mengatakan, penyidikan kasus pungutan liar di Kementerian Perhubungan tidak bisa dilakukan dengan cepat.
Boy menjelaskan, praktik ini sudah lama terjadi sehingga polisi harus menelusuri aliran transaksi keuangannya.
"Ini berkaitan dengan yang ada, itu ditelusuri. Prosesnya ini bisa melalui transaksi keuangan perbankan," ujar Boy, di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Kamis (13/10/2016).
Untuk menelusuri transaksi keuangan, polisi melibatkan Pusat Pelaporan Transaksi Keuangan (PPATK).
Jika diketahui adanya aliran dana dan transaksi mencurigakan, polisi bisa mengembangkan kasus ini tak hanya pungli.
"Kalaupun ada (transaksi mencurigakan) tidak bisa di-publish ke publik. Paling nanti dsampaikan money laundry, TPPU," kata Boy.
(Baca: Polri: Kalau Ada Lagi Polisi Terima Pungli, Siap-siap Ditangkap)
Operasi tangkap tangan terhadap oknum Kementerian Perbubungan di kantornya dikakukan pada Selasa (11/10/2016) sore.
Setelah diperiksa intensif, tiga PNS Kemenhub ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah, Endang Sudarmono, Meizy dan Abdu Rasyid.
Endang adalah ahli ukur Direktorat Pengukuran, Pendaftaran, dan Kebangsaan Kapal Kemenhub, Meizy merupakan Kepala Seksi Pendaftaran dan Kebangsaan Kapal Kemenhub, sementara Abdu Rasyid merupakan PNS golongan 2D.
Dari tangan mereka polisi menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 130 juta dan uang sebesar Rp 1 miliar yang terbagi dalam beberapa rekening tabungan.
Ketiganya disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 5 ayat (2), dan atau Pasal 11, dan atau Pasal 12 huruf a dan b, dan atau Pasal 13 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman hukuman paling rendah tiga tahun penjar.