Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gamawan Fauzi: Buktikan Saja kalau Saya Terima Gratifikasi

Kompas.com - 12/10/2016, 18:12 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, menegaskan bahwa ia tidak melakukan korupsi dalam proyek KTP elektronik atau e-KTP.

Ia juga membantah tudingan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, bahwa mereka telah menerima gratifikasi dari proyek tersebut.

Hal ini disampaikan Gamawan usai diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (12/10/2016).

"Saya terima? Buktikan saja kalau memang saya terima. Makanya saya laporkan dia ke polda," kata Gamawan.

Gamawan pun mempertanyakan pernyataan Nazaruddin yang tidak konsisten. Awalnya, Nazaruddin menuding Gamawan yang menerima fee dari proyek e-KTP.

Lalu, belakangan, Nazaruddin menyebut bahwa adik Gamawan yang menerima fee itu.

"Katanya saya yang terima? Terus ini bilangnya adik saya yang terima. Beda-beda kan," kata dia.

Gamawan menekankan bahwa proyek e-KTP di bawah kepemimpinannya selama 2009-2014 lalu dilakukan secara transparan. Bahkan, proyek juga melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan.

Nazaruddin sebelumnya kembali menegaskan bahwa kasus e-KTP melibatkan mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.

Hal tersebut disampaikan Nazaruddin seusai diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus e-KTP, Selasa (27/9/2016).

"Sekarang yang pasti e-KTP sudah ditangani oleh KPK. Kami harus percaya dengan KPK, yang pasti (mantan) Mendagri (Gamawan Fauzi) harus tersangka," ujar Nazaruddin.

Nazaruddin mengatakan, Gamawan adalah salah satu pejabat yang menerima gratifikasi dalam kasus e-KTP. Gratifikasi yang dimaksud, menurut Nazaruddin, berasal dari kerugian negara yang ditemukan KPK senilai Rp 2 triliun.

"KPK sudah punya datanya semua, Gamawan terima uang berapa," kata Nazaruddin.

(Baca: Nazaruddin Kembali Sebut Keterlibatan Mantan Mendagri dalam Korupsi Proyek KTP Elektronik)

Dalam kasus KTP elektronik, KPK baru menetapkan dua orang sebagai tersangka. Yang pertama adalah Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sugiharto.

Adapun yang kedua adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis NIK mencapai Rp 2 triliun.

Kompas TV Nazaruddin: KPK Harus Tetapkan Tersangka Lain
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com