JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi, menegaskan bahwa ia tidak melakukan korupsi dalam proyek KTP elektronik atau e-KTP.
Ia juga membantah tudingan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, bahwa mereka telah menerima gratifikasi dari proyek tersebut.
Hal ini disampaikan Gamawan usai diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi e-KTP oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, Rabu (12/10/2016).
"Saya terima? Buktikan saja kalau memang saya terima. Makanya saya laporkan dia ke polda," kata Gamawan.
Gamawan pun mempertanyakan pernyataan Nazaruddin yang tidak konsisten. Awalnya, Nazaruddin menuding Gamawan yang menerima fee dari proyek e-KTP.
Lalu, belakangan, Nazaruddin menyebut bahwa adik Gamawan yang menerima fee itu.
"Katanya saya yang terima? Terus ini bilangnya adik saya yang terima. Beda-beda kan," kata dia.
Gamawan menekankan bahwa proyek e-KTP di bawah kepemimpinannya selama 2009-2014 lalu dilakukan secara transparan. Bahkan, proyek juga melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi serta Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan.
Nazaruddin sebelumnya kembali menegaskan bahwa kasus e-KTP melibatkan mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi.
Hal tersebut disampaikan Nazaruddin seusai diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus e-KTP, Selasa (27/9/2016).
"Sekarang yang pasti e-KTP sudah ditangani oleh KPK. Kami harus percaya dengan KPK, yang pasti (mantan) Mendagri (Gamawan Fauzi) harus tersangka," ujar Nazaruddin.
Nazaruddin mengatakan, Gamawan adalah salah satu pejabat yang menerima gratifikasi dalam kasus e-KTP. Gratifikasi yang dimaksud, menurut Nazaruddin, berasal dari kerugian negara yang ditemukan KPK senilai Rp 2 triliun.
"KPK sudah punya datanya semua, Gamawan terima uang berapa," kata Nazaruddin.
(Baca: Nazaruddin Kembali Sebut Keterlibatan Mantan Mendagri dalam Korupsi Proyek KTP Elektronik)
Dalam kasus KTP elektronik, KPK baru menetapkan dua orang sebagai tersangka. Yang pertama adalah Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sugiharto.
Adapun yang kedua adalah mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP berbasis NIK mencapai Rp 2 triliun.