JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz mengapresiasi hasil rapat dengar pendapat Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait cuti kampanye petahana.
Dalam rapat, Komisi II DPR mendesak KPU untuk memasukkan aturan cuti ke PKPU pencalonan.
Sehingga, saat ini cuti menjadi syarat bagi seorang petahana untuk mencalonkan diri.
"Kami mengapresiasi keputusan ini dalam proses menghindari penyalahgunaan kewenangan," kata Masykurudin dalam pesan singkat, Rabu (14/9/2016).
Masykurudin menuturkan, saat proses perubahan UU Pilkada, pihaknya mengusulkan semua pejabat harus mundur bila mencalonkan diri. Idealnya, kata dia, aturan cuti tidak cukup bagi petahana saat berkampanye.
"Agar pengelolaan pemerintahan daerah sejak awal sudah definitif, terkait siapa pengganti petahana tersebut," kata Masykurudin dalam pesan singkat.
Masykurudin menyebut kewajiban cuti pada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada didasarkan pada pengalaman pilkada yang rentan penyalahgunaan wewenang dan penggunaan fasilitas daerah saat berkampanye.
Masykurudin menilai, penyalahgunaan wewenang itu dapat digunakan untuk meningkatkan kedekatan petahana kepada masyarakat dan elektabilitas pilkada, baik secara langsung maupun terselubung.
"Ini tidak hanya menguntungkan pasangan calon petahana, tetapi sangat merugikan pasangan calon lainnya. Banyak kegiatan daerah bernuansa kampanye yang akhirnya merugikan pasangan calon lain yang tidak dapat melakukan hal yang sama," ucap Masykurudin.
Sebelumnya, Komisioner Komisi Pemilihan Umat (KPU) Hadar Nafis Gumay menyatakan, cuti petahana wajib dilakukan.
(Baca: PKPU Kini Menyatakan Petahana Tak Bisa Mencalonkan Diri jika Tak Ajukan Cuti)
Jika tidak, petahana justru tak bisa mencalonkan diri pada Pilkada 2017. Aturan mengenai cuti kampanye saat ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Aturan cuti kampanye, sebelumnya, digugat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ke Mahkamah Konstitusi. Ahok mengajukan gugatan uji materi terhadap Pasal 70 ayat 3 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
UU tersebut menyoal cuti selama masa kampanye bagi petahana. Salah satu argumentasinya adalah tidak tuntasnya kepala daerah menjalankan tugasnya karena dipotong cuti.
Menurut Ahok, ini bertentangan dengan UU Pemerintahan Daerah yang menyebutkan masa kerja kepala daerah selama 5 tahun.
Ahok khawatir jika diharuskan cuti, ia tidak bisa mengawal pembahasan RAPBD DKI 2017 dan berbagai program prioritas lain yang menurut dia punya potensi diselewengkan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.