JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto menyatakan dirinya bersyukur setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatannya atas Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 seta Pasal 44 huruf b Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Putusan MK tersebut juga mengabulkan gugatan Novanto terkait Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Saya bersyukur dan mengapresiasi putusan MK yang telah mengabulkan gugatan saya atas rekaman dan pemufakatan jahat karena sudah diputuskan dengan seadil-adilnya," kata Novanto di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (8/9/2016).
(Baca: MK Kabulkan Gugatan Setya Novanto Terkait Tafsir "Pemufakatan Jahat")
Dia pun berjanji ke depannya akan memfokuskan diri membesarkan Partai Golkar. "Saya tidak akan melakukan hal yang tidak diinginkan, saya akan fokus membesarkan Golkar," lanjut Novanto.
Pada akhir 2015 lalu, Novanto tersangkut masalah dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait permintaan saham Freeport.
Hal itu terungkap dalam rekaman percakapan antara Setya Novanto, Presiden Direktur PT Freeport ketika itu, Maroef Sjamsoeddin, dan pengusaha Muhammad Riza Chalid.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan rekaman yang diambil oleh Maroef itu ke Mahkamah Kehormatan Dewan.
Ia menilai, dalam rekaman itu, ada upaya dari Novanto dan Riza meminta saham PT Freeport kepada Maroef dengan mencatut nama Jokowi-JK.
(Baca: MK Terima Sebagian Gugatan UU ITE yang Diajukan Setya Novanto)
Novanto pun divonis dan mengundurkan diri dari Ketua DPR. Rekaman itu kemudian diserahkan ke Kejaksaan Agung untuk kepentingan penyelidikan dugaan adanya pemufakatan jahat.
Namun, pengusutan kasus tersebut tidak berjalan dengan alasan penyidik Kejaksaan tidak bisa meminta keterangan Riza.