Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK Tegaskan Korban Pelanggaran HAM Tidak Mendapat Kepastian Hukum

Kompas.com - 24/08/2016, 16:39 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menghormati putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (UU Pengadilan HAM) terhadap UUD 1945, Selasa (23/8/2016).

Meskipun MK menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya, namun terdapat sejumlah hal penting dalam pertimbangan hakim bagi kemajuan upaya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

Wakil koordinator bidang advokasi Kontras Yati Andriyani mengatakan pertimbangan dalam putusan MK tersebut mengakui korban pelanggaran HAM mengalami ketidakpastian hukum.

Menurut Yati, MK menilai lemahnya pemahaman aparat penegak hukum atas norma hukum yang terkandung dalam Pasal 20 ayat 3 UU Pengadilan HAM.

Akibatnya, terjadi bolak-balik berkas kasus pelanggaran HAM antara pihak penyelidik Komnas HAM dan Penyidik dari Kejaksaan Agung.

"Kami apresiasi pertimbangan hakim karena memberikan masukan yang solutif. Putusan ini secara tegas menyatakan aparat penegak hukum salah menerapkan norma. Akibatnya tidak ada kepastian hukum bagi korban," ujar Yati saat memberikan keterangan di kantor Kontras, Kramat, Jakarta Pusat, Rabu (24/8/2016).

Yati menuturkan, majelis hakim secara tegas mengatakan bahwa bolak-balik atau pengembalian berkas hanya bisa dilakukan terkait adanya ketidakjelasan tindak pidana dan kurangnya alat bukti.

Sementara itu menurut catatan Kontras, Kejaksaan Agung selalu mengemukakan alasan yang tidak konsisten saat mengembalikan berkas penyidikan ke Komnas HAM.

Yati menuturkan dari beberapa kali pengembalian berkas, Kejaksaan Agung mempersoalkan belum terbentuknya pengadilan HAM ad hoc sebagai landasan dalam melakukan penyidikan dan sejumlah alasan formil lainnya, seperti tidak lengkapnya identitas.

"Dari 7 berkas kasus pelanggaran HAM berat, setidaknya ada 3 berkas kasus yang dibolak-balik, yaitu kerusuhan Mei 1998, penghilangan paksa 1997/1998 dan Talangsari 1989," ungkap Yati.

Oleh sebab itu Kontras meminta Kejaksaan Agung dan Komnas HAM untuk menindaklanjuti pertimbangan MK dengan menghentikan praktik bolak-balik atau pengembalian berkas.

Permohonan pengujian UU Pengadilan HAM dilakukan oleh Paian Siahaan, ayah dari Ucok Siahaan korban penghilangan paksa 1997/1998 dan Ruyati Darwin ibu korban kerusuhan Mei 1998.

Keduanya mengajukan permohonan uji materiil pasal 20 ayat 3 UU Pengadilan HAM. Frasa tersebut dinilai kurang lengkap dan multitafsir hingga mengakibatkan terjadinya bolak balik berkas antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.

Paian berharap bagian pertimbangan dalam putusan perkara No. 75/PUU-XIII/2015 itu bisa membuat Kejaksaan Agung mau membuka diri untuk segera menyelesaikan proses penyidikan.

"Sudah 13 tahun saya belum mendapat kepastian hukum atas kasus yang menimpa anak saya," tutur Paian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Imigrasi Sebut Pelayanan Visa hingga Paspor Online Sudah Pulih 100 Persen

Imigrasi Sebut Pelayanan Visa hingga Paspor Online Sudah Pulih 100 Persen

Nasional
Jemaah Haji Belum ke Masjidil Haram, Difasilitasi PPIH Doa di Depan Kabah

Jemaah Haji Belum ke Masjidil Haram, Difasilitasi PPIH Doa di Depan Kabah

Nasional
Bantah Nasdem soal Bakal Cawagub Anies, PKS: Wagubnya Harus Sohibul Iman

Bantah Nasdem soal Bakal Cawagub Anies, PKS: Wagubnya Harus Sohibul Iman

Nasional
Tak Ada Uang Pengganti, Jaksa KPK Banding Vonis Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Tak Ada Uang Pengganti, Jaksa KPK Banding Vonis Eks Dirut Pertamina Karen Agustiawan

Nasional
Rincian Aliran Uang yang Diterima dan Dipakai SYL untuk Pribadi, Keluarga hingga Partai Nasdem

Rincian Aliran Uang yang Diterima dan Dipakai SYL untuk Pribadi, Keluarga hingga Partai Nasdem

Nasional
Pengacara SYL Singgung 'Green House' Petinggi Parpol di Kepulauan Seribu dari Uang Kementan

Pengacara SYL Singgung "Green House" Petinggi Parpol di Kepulauan Seribu dari Uang Kementan

Nasional
Bareskrim: 800 Korban Penipuan WN China Dijanjikan Kerja, Modus 'Like' and 'Subscribe' Konten

Bareskrim: 800 Korban Penipuan WN China Dijanjikan Kerja, Modus "Like" and "Subscribe" Konten

Nasional
Hal Memberatkan Tuntutan SYL, Korupsi karena Tamak

Hal Memberatkan Tuntutan SYL, Korupsi karena Tamak

Nasional
Pakar: Kesadaran Keamanan Data Digital di Indonesia Rendah, Banyak Password Mudah Ditebak

Pakar: Kesadaran Keamanan Data Digital di Indonesia Rendah, Banyak Password Mudah Ditebak

Nasional
Sidang Tuntutan SYL, Nayunda Nabila Kembalikan Uang ke KPK Total Rp 70 Juta

Sidang Tuntutan SYL, Nayunda Nabila Kembalikan Uang ke KPK Total Rp 70 Juta

Nasional
Projo Tuding Pihak yang Sudutkan Budi Arie dari Kubu Kalah Pilpres

Projo Tuding Pihak yang Sudutkan Budi Arie dari Kubu Kalah Pilpres

Nasional
Staf Hasto Lapor Ke LPSK, KPK: Sampaikan Fakta yang Sebenarnya

Staf Hasto Lapor Ke LPSK, KPK: Sampaikan Fakta yang Sebenarnya

Nasional
Imigrasi Perpanjang Pencegahan Firli Bahuri ke Luar Negeri Sampai 25 Desember 2024

Imigrasi Perpanjang Pencegahan Firli Bahuri ke Luar Negeri Sampai 25 Desember 2024

Nasional
KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Usai Rapat Bareng Jokowi, Telkomsigma Sebut Peretasan PDN Bisa Diselesaikan

Usai Rapat Bareng Jokowi, Telkomsigma Sebut Peretasan PDN Bisa Diselesaikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com