Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Shamsi Ali, Dakwah Toleransi Putra Indonesia Saat Jadi Imam di New York...

Kompas.com - 11/08/2016, 05:59 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - "Banyak jalan menuju Roma..." Pepatah lama itu rasanya tepat menggambarkan kisah hidup Shamsi Ali.

Shamsi adalah putra Indonesia yang sempat didapuk menjadi Imam di Islamic Cultural Center (Masjid Raya) New York, Amerika Serikat (AS) pada 2001 hingga 2011.

Dia justru menemukan jalan sebagai pemimpin umat yang mengajarkan nilai toleransi serta kedamaian di negeri yang dulu dibencinya.

Sebuah negeri yang merepresentasikan Barat seutuhnya, yang seluruh kebijakannya dia pandang mengerdilkan Islam, yakni Amerika Serikat.

Pemilik nama asli Muhammad Uteng Ali yang lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan, 48 tahun silam ini menyelesaikan pendidikan menengah di Pondok Pesantren Darul Arqam, Makassar.

Pada 1988 Shamsi pergi melanjutkan kuliah ke International Islamic University di Islamabad, Pakistan. Di Paksistan, Shamsi mengambil jurusan tafsir.

Setelah itu dia melanjutkan ke jenjang master mempelajari perbandingan agama. Kemudian Shamsi mendapat tawaran mengajar di salah satu yayasan pendidikan Islam di Jeddah, Arab Saudi, tak lama usai lulus di tahun 1995.

Dari lingkungan Islam yang membentuknya, Shamsi tak menafikan dirinya memiliki pandangan Islam yang cenderung ekstrem sebelum ke AS.

"Sebelum saya ke AS, saya melihat orang Barat itu selalu jahat kepada Islam, Barat tak ingin Islam maju, dan jika mendengar kata Barat asosiasinya selalu ke Yahudi," tutur Shamsi, saat diwawancarai di Masjid Al Azhar, Jakarta, Minggu (7/8/2016).

Dia menyatakan hal itu tak lepas dari kultur berislam yang cukup ekstrem menempa dirinya di Pakistan. Terlebih, saat itu Shamsi mengaku hanya mendengar informasi bahwa negara-negara Barat selalu membantu penyerangan Israel terhadap Palestina.

Di samping itu, medio-1988 merupakan kurun waktu yang penuh gejolak bagi negeri Islam, salah satunya Afghanistan.

Shamsi muda beranggapan perang yang melibatkan Uni Soviet dan Afghanistan merupakan desain negeri Barat yang memanfaatkan Islam untuk menghadang komunisme.

"Dari situ saya berpikir Barat memang tak ramah dengan Islam, bahkan pikiran itu terbawa hingga saya mengajar di Jeddah. Saya sama sekali tak paham bahwa ada upaya kebaikan yang sebenarnya juga dilakukan Barat terhadap Islam," ujar Shamsi.

Gayung pun bersambut, kereta waktu akhirnya membawa Shamsi ke negeri yang justru merepresentasikan Barat sesungguhnya, yakni AS.

Semua berawal saat dia mengisi materi manasik haji di Jeddah pada akhir 1995. Tak dinyana, salah satu jemaah haji yang mengikuti kelas Shamsi ternyata Duta Besar Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) di New York, Nugroho Wisnumurti.

Seusai memberi materi, Sang Duta Besar meminta Shamsi ikut dengan dia ke New York, AS untuk menjadi imam di Islamic Indonesia Cultural Center (IICC), sebuah masjid milik jemaah muslim Indonesia.

"Kebetulan waktu itu jemaah muslim di New York baru saja membeli sebuah gedung untuk dijadikan masjid dan mereka membutuhkan seorang imam untuk mengelola masjid tersebut. Saya pun menerima tawaran itu," ujar Shamsi.

 

Berubah karena tetangga

Berubahnya pandangan Shamsi terhadap Barat dan pemeluk agama lain berawal dari kisahnya dengan Sang Tetangga. Di New York, Shamsi bertetangga dengan seorang Katolik keturunan Irlandia.

Shamsi menceritakan, tetangganya itu kerap menyapu halaman depan rumah saban pagi. Ternyata, Sang Tetangga juga menyapu bagian depan rumah Shamsi hingga bersih dan rapi.

Dengan pandangan kultur berislamnya yang lama, Shamsi justru mencurigai tindak-tanduk tetangganya yang ternyata tak hanya sekali itu menyapu halaman depan rumah Shamsi, tetapi justru setiap pagi.

"Awalnya yang ada di benak saya Si Tetangga hendak mengajak saya masuk Katolik karena itulah dia berbuat baik kepada saya," tutur Shamsi.

Namun berbulan-bulan berikutnya, ternyata Sang Tetangga masih setia menyapu halaman depan rumah Shamsi. Obrolan di antara mereka berdua pun dimulai dan sejak awal mereka tak pernah berbicara tentang agama Katolik.

"Justru mereka yang bertanya kepada saya tentang apa itu Islam karena melihat istri saya menggunakan jilbab. Dari situ kemudian kami menjadi dekat dan bersahabat, bahkan anak saya memanggil mereka kakek dan nenek, itu terjadi di tahun 1998," kata Shamsi.

Shamsi pun belajar dan menemukan adanya kebaikan dari orang berbeda kepercayaan sekalipun yang harus dihargai.

"Entah pernyataan ini berlebihan atau tidak, yang jelas saya merasa merekalah yang mengajarkan saya menjadi muslim yang lebih baik. Meskipun mereka tak mengajarkan Islam kepada saya," ucap Shamsi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

1.168 Narapidana Buddha Terima Remisi Khusus Waisak 2024

Nasional
Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Menteri AHY Usulkan Pembentukan Badan Air Nasional pada WWF 2024

Nasional
Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Hormati Jika PDI-P Pilih di Luar Pemerintahan, Prabowo: Kita Tetap Bersahabat

Nasional
Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Setiap Hari, 100-an Jemaah Haji Tersasar di Madinah

Nasional
PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

PDI-P Sebut Anies Belum Bangun Komunikasi Terkait Pilkada Jakarta

Nasional
KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

KPK: Ada Upaya Perintangan Penyidikan dalam Kasus TPPU SYL

Nasional
Prabowo Koreksi Istilah 'Makan Siang Gratis': Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Prabowo Koreksi Istilah "Makan Siang Gratis": Yang Tepat, Makan Bergizi Gratis untuk Anak-anak

Nasional
Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Giliran Cucu SYL Disebut Turut Menikmati Fasilitas dari Kementan

Nasional
Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Kinerja dan Reputasi Positif, Antam Masuk 20 Top Companies to Watch 2024

Nasional
KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

KPK Sita 1 Mobil Pajero Milik SYL yang Disembunyikan di Lahan Kosong di Makassar

Nasional
Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Tak Setuju Kenaikan UKT, Prabowo: Kalau Bisa Biaya Kuliah Gratis!

Nasional
Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Lantik Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama, Menaker Minta Percepat Pelaksanaan Program Kegiatan

Nasional
Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Akbar Faizal Sebut Jokowi Memberangus Fondasi Demokrasi jika Setujui RUU Penyiaran

Nasional
Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Tidak Euforia Berlebihan Setelah Menang Pilpres, Prabowo: Karena yang Paling Berat Jalankan Mandat Rakyat

Nasional
Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Bakal Minta Perlindungan LPSK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com