JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy merespons pro dan kontra menanggapi gagasan yang dilontarkannya mengenai penambahan jam di sekolah.
Muhadjir mengatakan, hal yang dimaksudnya adalah penambahan kegiatan setelah jam belajar. Ia menyebutnya "kokurikuler".
"Jadi mohon sekali lagi untuk tidak menggunakan kata-kata full day school, karena itu menyesatkan. Jadi, sebetulnya ini adalah kegiatan penambahan kegiatan co-ekstrakurikuler di sekolah," ujar Muhadjir dalam jumpa pers di kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2016).
Ia menjelaskan, sistem kokurikuler ini sesuai Nawacita yang diusung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Yang menyatakan bahwa perlunya pendidikan karakter, budi pekerti, terutama ditekankan pada level pendidikan dasar," kata dia
Menurut Muhadjir, porsi pendidikan dan pengetahuan yang diterima siswa dalam program ini terbagi atas dua hal.
Siswa sekolah dasar mendapatkan 70 persen untuk pendidikan karakter dan 30 persen pengetahuan.
Sementara itu, bagi siswa SMP, porsinya adalah 60 persen pendidikan karakter dan 40 persen pengetahuan.
Ia mengatakan, program ini masih dalam kajian dan wajar jika menimbulkan pro dan kontra.
Menurut Muhadjir, berbagai respons masyarakat itu justru baik bagi Kemendikbud dan pematangan program kokurikuler.
Dengan banyaknya masukan dari masyarakat, maka program ini benar-benar teruji, apakah tepat atau tidak untuk diterapkan.
"Ini kan masih gagasan, kami ingin dapat masukan, saya justru kalau ada orang yang langsung terima justru curiga. Dikritisi dahulu itu berarti tanda masyarakat kritis, bagus. Saya juga senang kalau ide itu diuji benar sehingga benar-benar matang. Jadi kalau saya insya Allah tidak punya beban itu (kalau ada penolakan)," kata dia.
Kemendikbud, lanjut Muhadjir, tengah melakukan kajian mendalam dengan melibatkan pakar pendidikan dan pakar psikologi.
Setelah kajian selesai, program ini akan disampaikan kembali kepada Presiden Jokowi.
Jika dinilai tidak tepat sasaran, maka Kemendikbud akan mencari program lain yang sejalan dengan Nawacita.
"Sebagai perintah dari Presiden karena saya merupakan pembantu beliau. Bukan saya mengada-ada karena (ide) saya bersumber dari ini (pedoman Nawacita). Nanti kalau ini belum bisa dilaksanakan, nanti saya cari program yang lain," kata mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.