Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kapolri: Kami Sudah Dapat Pleidoi Freddy, Tak Ada yang Mengonfirmasi Keterangan Haris

Kompas.com - 03/08/2016, 11:56 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Kepolisian RI (Kapolri) Jenderal Tito Karnavian mengatakan, pernyataan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan KorbanTindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar terkait kesaksian Freddy Budiman tak disertai bukti yang kuat.

Menurut Haris, ia mendapatkan informasi dari Freddy bahwa ada oknum Polri, TNI, dan Badan Nasional Narkotika yang bermain dalam bisnis narkoba yang dijalankan Freddy.

Pernyataan Haris dinilai telah mencemarkan nama baik Polri, BNN dan TNI, dan menjadi dasar pelaporan oleh ketiga institusi tersebut. 

Haris dianggap melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

(Baca: Kapolri Sebut Haris Azhar Dilaporkan karena Cemarkan Nama Baik Polri, TNI, dan BNN)

Tito mengungkapkan, pihaknya telah mendapatkan pledoi Freddy saat di persidangan. Polri juga telah mengonfirmasi kepada pengacara Freddy terkait keterangan Haris. 

Namun, tak ada yang membenarkan informasi tersebut.

Oleh karena itu, ia menilai, informasi yang dibeberkan oleh Haris berasal dari sumber yang tidak kredibel.

"Kami sudah mendapatkan data pledoi dan sudah kami periksa ke pengacara Freddy. Semuanya tidak ada yang mengonfirmasi keterangan Haris," kata Tito, saat ditemui di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (3/8/2016).

Tito mengatakan, laporan yang dibuat tiga institusi tersebut merupakan hal yang wajar ketika merasa dirugikan dengan adanya informasi yang prematur.

Tito menjelaskan, berdasarkan UU ITE seseorang tidak boleh sembarangan mengeluarkan informasi yang belum tentu benar dan diperoleh dari sumber yang kredibilitasnya diragukan.

(Baca: Alasan TNI Ikut Laporkan Haris Azhar ke Polisi)

Sebelumnya, Haris Azhar mengaku mendapatkan kesaksian dari Freddy Budiman terkait adanya keterlibatan oknum pejabat Badan Narkotika Nasional, Polri, dan Bea Cukai dalam peredaran narkoba yang dilakukan Freddy.

 

Kesaksian Freddy, menurut Haris, disampaikan saat Haris memberikan pendidikan HAM kepada masyarakat pada masa kampanye Pilpres 2014.

Menurut Haris, Freddy bercerita bahwa ia hanyalah sebagai operator penyelundupan narkoba skala besar. Saat hendak mengimpor narkoba, Freddy menghubungi berbagai pihak untuk mengatur kedatangan narkoba dari China.

"Kalau saya mau selundupkan narkoba, saya acarain (atur) itu. Saya telepon polisi, BNN, Bea Cukai, dan orang yang saya hubungi itu semuanya titip harga," kata Haris mengulangi cerita Freddy.

Freddy bercerita kepada Haris, harga narkoba yang dibeli dari China seharga Rp 5.000.

Oleh karena itu, Freddy tidak menolak jika ada yang menitipkan harga atau mengambil keuntungan penjualan.

Oknum aparat disebut meminta keuntungan kepada Freddy dari Rp 10.000 hingga Rp 30.000 per butir.

Kompas TV 2 Oknum Polisi Sindikat Freddy Dipecat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com