JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menyoroti pernyataan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X yang menyebutkan bahwa separatisme tidak boleh ada di Yogyakarta.
Pernyataan itu dikeluarkan setelah insiden di Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I, di DI Yogyakarta, beberapa waktu lalu.
"Di KR (Kedaulatan Rakyat) itu satu judul besar, judulnya hampir setengah halaman, judulnya 'Separatisme Tidak Boleh Ada di Jogja (Yogyakarta)'," ujar Natalius, di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (22/7/2016).
Namun, menurut dia, pernyataan itu tak secara eksplisit menunjukkan pihak yang dimaksud.
Menurut Natalius, penyebutan oknum yang melakukan separatisme itu masih multitafsir.
Pernyataan multitafsir dinilai berpotensi dimanfaatkan oleh ormas untuk melakukan tindakan-tindakan represif terhadap orang Papua di Yogyakarta.
Di sisi lain, lanjut dia, orang Papua juga menafsirkan kata "separatisme" tidak boleh ada di Yogyakarta semacam penolakan terhadap mereka.
"Orang Papua menganggap itu sebagai pengusiran halus dalam konteks budaya Jawa," kata dia.
"Gubernur juga tentunya harus memberi respek tindakan-tindakan kongkrit tidak memberikan pernyataan multi tafsir," kata dia.
Penggerebekan Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I, di Jalan Kusumanegara, Kota Yogyakarta pada Jumat (15/07/2016) lalu, berawal dari rencana aksi damai mahasiswa Papua dan aktivis pro-demokrasi mendukung Persatuan Pergerakan Pembebasan untuk Papua Barat atau United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).
Namun, kegiatan itu batal dilaksanakan karena lebih dahulu dibubarkan oleh ratusan personel gabungan dari Polda Daerah Istimewa Yogyakarta, Brigade Mobil, dan organisasi masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.