JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan mengatakan bahwa vaksin palsu yang sempat beredar di masyarakat tidak berdampak serius terhadap penerimanya.
Aman menjelaskan, vaksin yang berbahan dasar campuran cairan infus dan gentacimin (obat antibiotik) tersebut merupakan obat yang sudah biasa diterima oleh tubuh manusia.
Menanggapi pernyataan tersebut, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyesalkan pernyatan Aman. Menurutnya, vaksin palsu berdampak serius bagi korban.
"Jangan katakan kalau itu tidak ada dampaknya. Berikan vaksin palsu saja sudah bisa mengarah pada upaya pembunuhan," kata Arist di Kemkumham, Jakarta, Senin (18/7/2016).
(Baca: IDI: Ada "Grand Design" Menyudutkan Dokter dan RS di Balik Temuan Vaksin Palsu)
Aris mengatakan Komnas PA sedang mengumpulkan data dari masyarakat terkait dampak vaksin palsu. Data tersebut dikumpulkan dari Posko yang berdiri di 34 provinsi dan 35 kabupaten kota.
Hingga kini, Komnas PA telah menerima 21 kasus di Jabodetabek yang dilaporkan orang tua terkait vaksin palsu.
(Baca: 30 Anak Anggota Kopassus Jadi Korban Vaksin Palsu)
"Ada di rumah sakit, ada di klinik juga. Ada klinik bersalin, ada Puskesmas beberapa tahun lalu. Data-data kami itu ada yang lumpuh, meninggal dunia, cacat kalau ibu-ibu mengatakan itu selalu bernanah. Itu juga dampak dari suntik polio, campak, dan sebagainya," tutur Arist.
Komnas PA sedang menyiapkan gugatan kelompok yang dilakukan dalam beberapa pekan ke depan. Gugatan tersebut tidak hanya ditujukan kepada pemerintah, namun juga kepada distributor, dokter, dan berbagai pihak yang terkait.