JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait menyesalkan peredaran vaksin palsu di masyarakat yang telah terjadi sejak tahun 2003. Kata dia, vaksin palsu merupakan upaya genosida yang membunuh secara perlahan.
"Ini genosida, membunuh secara perlahan. Ini adalah kejahatan luar biasa," kata Arist di Kemenkumham, Jakarta, Senin (18/7/2016).
Menurut Arist, pemerintah telah melakukan pembiaran terhadap peredaran vaksi palsu. Ia menilai hal itu sebagai kegagalan negara.
(Baca: IDI Sebut Dokter Hanya Korban Kasus Vaksin Palsu)
"Ini merupakan kegagalan negara. Ini bukan persoalan rumah sakit, bukan persoalan distributornya, tapi ketika Direktur Reskrim Mabes Polri menyatakan sejak 2003 sudah ditemukan vaksin palsu, itu artinya ada pembiaran dari negara," ucap Arist.
Arist meyakini tidak hanya rumah sakit swasta yang mengunakan vaksin palsu. Vaksin palsu juga digunakan oleh rumah sakit negeri.
"Saya yakin betul tidak hanya pihak rumah sakit swasta yang terlibat tapi juga rumah sakit negeri. Karena distributor yang ada itu adalah misalnya diungkap oleh polisi, Pramuka dan Kramat Jati ini adalah salah satu distributor obat-obatan yang bisa bukan hanya untuk konsumsi Jabodetabek tapi beberapa tempat seperti di Banten, Medan, Bali," ujar Arist.
(Baca: Komnas PA Siapkan Gugatan Terkait Vaksin Palsu)
Hingga saat ini polisi telah menetapkan 23 tersangka terkait vaksin palsu. Tidak hanya dokter, mereka yang terlibat juga termasuk bidan, pemilik apotek, perawat, distributor, hingga produsen vaksin palsu.
Berdasarkan paparan Bareskrim Polri dan Kementerian Kesehatan di Komisi IX DPR kemarin, ada 14 rumah sakit, 8 klinik, dan tenaga kesehatan yang menggunakan vaksin palsu. Sebagian besar beroperasi di sekitar Bekasi. Rinciannya, 10 RS di Kabupaten Bekasi dan 3 RS di Kota Bekasi.