JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Charles Honoris meminta kepada pemerintah Indonesia untuk segera membebaskan warga negara Indonesia yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina.
Pembebasan WNI, kata dia, berada di atas kepentingan apapun.
"Kami di Komisi I DPR mendukung penuh upaya melakukan operasi pembebasan apapun itu bentuknya. Ini harus dilakukan segera dan tidak lagi bisa menunggu. Penyelamatan nyawa para sandera harus diutamakan di atas kepentingan politik apapun," kata Charles dalam keterangan tertulis, Minggu (17/7/2016).
(baca: Ini Isi Surat Presiden Jokowi kepada Presiden Filipina)
Menurut Charles, penyanderaan tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Semakin lama, akan semakin berbahaya bagi keselamatan sandera.
"Sedangkan kita ketahui penculikan-penculikan ini bukan didasarkan oleh faktor ideologis, tetapi semata-mata untuk mencari uang. Makin lama sandera ditahan oleh kelompok Abu Sayyaf maka makin berbahaya pula nyawa para sandera," kata Charles.
Charles mengatakan, sebagai negara yang sudah meratifikasi Internasional Convention Againts The Taking of Hostages, Filipina memiliki kewajiban melakuan segala upaya untuk memastikan pembebasan sandera.
(baca: Menhan Sebut Filipina Sepakat TNI Boleh Kejar Penyandera WNI)
Menurut Charles, dengan adanya komitmen bantuan dari Indonesia dan Malaysia, serta memaksimalkan intelijen militer di negara kawasan, pembebasan WNI bukanlah hal yang mustahil untuk dilakukan.
"TNI sudah berkali-kali menyatakan kesiapan dan kesanggupan untuk melakukan operasi pembebasan," ujar Charles.
Charles meyakini bahwa militer Filipina telah memiliki koordinat lokasi para sandera dan juga penyandera.
(baca: Kemenlu: Operasi Militer Filipina Hambat Upaya Persuasif Pembebasan WNI)
Total, sudah empat kali WNI disandera oleh kelompok Abu Sayyaf. Terakhir, tiga WNI disandera kelompok Abu Sayyaf ketika melewati perairan kawasan Felda Sahabat, Tungku, Lahad Datu Sabah, Negara Bagian Malaysia.
Mereka adalah ABK pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim berbendera Malaysia.
Sebelum penyanderaan tiga WNI, tujuh anak buah kapal (ABK) WNI lebih dulu disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Sulu, Filipina Selatan.
Penyanderaan itu terjadi pada Senin (20/6/2016). Selain membajak kapal, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 60 miliar. Dengan demikian, total 10 WNI masih disandera.
(baca: Cegah Penyanderaan, Indonesia-Filipina Sepakat Tempatkan Militer di Kapal Dagang)
Sebelumnya, 10 WNI ABK kapal tunda Brahma 12 disandera kelompok Abu Sayyaf dan dibebaskan pada awal Mei 2016. Selain itu, empat ABK kapal tunda Henry juga disandera kelompok yang sama. Keempatnya dibebaskan pada pertengahan Mei 2016.