Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko Polhukam Sebut Pemerintahan Baru Filipina Berbeda Sikap Terkait Pembebasan Sandera

Kompas.com - 02/07/2016, 08:51 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, Pemerintah RI mengandalkan upaya negosiasi dengan pemerintah baru Filipina di bawah pimpinan Presiden Rodrigo Duterte terkait pembebasan tujuh WNI yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf. 

Menurut dia, ada perbedaan sikap antara pemerintah yang lama dan pemerintah baru di bawah pimpinan Duterte dalam menyelesaikan persoalan penyanderaan tersebut.

Duterte, kata Luhut, lebih mengandalkan pendiri Moro National Liberation Front (MNLF), Nur Misuari, sebagai counterpart atau penghubung. Nur Misuari dianggap memiliki akses komunikasi ke kelompok Abu Sayyaf.

"Duterte sikapnya agak berbeda dengan yang lalu, lebih mengedepankan Mur Misuari untuk menjadi counterpart-nya. Hubungannya lebih dekat. Mungkin nanti Misuari yang akan menyelesaikan masalah ini dengan kelompok Abu Sayyaf," kata Luhut saat ditemui seusai rapat koordinasi pembebasan sandera di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (1/7/2016) malam.

Dalam kesempatan itu, Luhut menegaskan, pemerintah masih mengesampingkan opsi operasi militer terkait upaya pembebasan tujuh sandera WNI.

"Kami masih melakukan perundingan mengenai opsi mana yang akan dilakukan. Kalau opsi militer, masih kami kesampingkan karena, seperti yang lalu, tidak bisa Indonesia langsung masuk ke sana karena konstitusi Filipina tidak memperbolehkan," ujar Luhut.

Ditemui terpisah, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan bahwa pasukannya sudah dalam posisi siaga jika sewaktu-waktu diperintahkan menggelar operasi militer untuk membebaskan semua sandera WNI di Filipina.

TNI menyiapkan segala kemungkinan dan berbagai opsi, baik melalui angkatan laut, udara, maupun darat. "Namanya TNI didesain sedemikian rupa, kapan pun diperlukan, kami siap," kata Gatot.

Peristiwa penyanderaan tujuh WNI terjadi pada Senin (20/6/2016) di perairan Filipina. Ketujuh orang itu merupakan anak buah kapal (ABK) tugboat Charles 001 pengangkut batubara. Proses penyanderaan itu dilakukan dalam dua tahap.

Penyanderaan pertama dilakukan terhadap tiga ABK, yaitu Kapten Fery Arifin (nakhoda), Muhammad Mahbrur Dahri (KKM), dan Edy Suryono (masinis II).

Satu jam kemudian, terjadi penyanderaan kedua terhadap empat ABK lainnya oleh kelompok berbeda. Mereka yang disandera adalah Ismail (mualim I), Robin Piter (juru mudi), Muhammad Nasir (masinis III), dan Muhammad Sofyan (oilman).

Kompas TV Kesaksian ABK Korban Sandera Abu Sayyaf

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads

Copyright 2008 - 2023 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com