JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menyangsikan beredarnya vaksin palsu di tengah masyarakat.
Pasalnya, Indonesia sudah mempunyai lembaga yang berperan mengawasi peredaran barang konsumsi di dalam negeri. Misalnya, Badan Pemeriksa Obat dan Makanan (BPOM).
"Tidak ada satupun obat dan bahkan makanan yang dijual di Indonesia ini dijual tidak melalui mekanisme BPOM," ujar Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (27/6/2016).
Menurut Fahri, beredarnya vaksin palsu mengartikan bahwa perangkat pengawasan tersebut sudah "kebobolan". Menurut Fahri, vaksin hanya dijual di rumah sakit, klinik, dan toko obat tertentu. Sehingga, semestinya BPOM bisa mencegah masalah peredaran vaksin palsu ini.
"Saya kira agak aneh kalau tiba-tiba ada seolah-olah skandal yang kita tidak tahu sebelumnya tiba-tiba muncul, ujug-ujug begitu. Tidak ada ujug-ujug. Karena lembaga negaranya ada," kata dia.
(Baca: Bareskrim: Empat Rumah Sakit dan Dua Apotek Pelanggan Jaringan Vaksin Palsu)
Fahri meminta segera dilakukan investigasi secara mendalam. Hal itu guna menemukan kelemahan dari sistem pengawasan yang selama ini dijalankan.
"Itu artinya harusnya kebobolan, itu diinvestigasi," kata Fahri.
"Pasti ada yang bisa ditanyakan pertanggungjawabannya. Ini bukan narkotika kok. Ini adalah obat resmi. Ada pelanggannya, ada dokternya, ada distributornya, ada rumah, ada PT-nya, dan kemungkinan ada juga pabriknya dibuat di mana," tutur politisi PKS itu.
(baca: Kak Seto Berharap Para Pelaku Pembuat Vaksin Palsu Dihukum Mati)
Upaya pengungkapan kasus vaksin palsu ini berawal dari temuan penyidik Subdirektorat Industri dan Perdagangan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri di tiga wilayah, yaitu Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta.
Vaksin palsu itu diketahui sudah mulai beredar sejak 2003 silam. Saat ini, pihak aparat masih menggali informasi lebih jauh terhadap pelaku yang telah ditangkap.
Dalam penggeledahan beberapa waktu lalu, penyidik mengamankan barang bukti, yakni 195 saset hepatitis B, 221 botol vaksin polio, 55 vaksin anti-snake, dan sejumlah dokumen penjualan vaksin.
(Baca: Polisi Sebut secara Pengemasan, Vaksin Palsu Sulit Dibedakan)
Sejauh ini, Bareskrim menetapkan 15 tersangka dalam kasus vaksin palsu. Dua di antaranya adalah pasangan suami istri bernama Hidayat Taufiqurahman dan Rita Agustina. Mereka ditangkap pada Rabu (22/6/2016) pukul 21.00 WIB.
Sejoli ini memproduksi vaksin palsu di rumah mereka di Perumahan Kemang Pratama Regency, Jalan Kumala 2 M29, RT 09 RW 05, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Semua tersangka dikenakan Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun dan denda Rp 1,5 miliar. Polisi juga menjerat mereka dengan UU Pencucian Uang.