Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pembatalan Perda Diskriminatif Jadi Prioritas Kemendagri

Kompas.com - 14/06/2016, 23:25 WIB
Lutfy Mairizal Putra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono mengatakan, jajarannya saat ini sedang fokus mengkaji pembatalan peraturan daerah atau peraturan kepala daerah yang dianggap tak menunjang iklim investasi. 

Setelah itu, giliran perda yang dianggap diskriminatif yang bakal mengalami pembatalan. "10-15% dari 3.143 pembuatan Perda memang sifatnya diskriminatif. Itu memang harus kita hapuskan," kata Sumarsono di kantornya, Kemendagri, Jakarta, Selasa (14/6/2016).

(Baca: Jokowi: 3.143 Perda Bermasalah Telah Dibatalkan)

Sumarsono mengatakan proses pembatalan perda yang bersifat diskriminatif akan dilakuan secara hati-hati melalui proses konsultasi. Kata dia, Perda seperti itu dibuat berdasarkan kultur daerah dan usulan dari masyarakat.

Sumarsono mencontohkan, Perda diskriminatif terdapat di Purwakarta, Kabupaten Tangerang dan Serang. Namun, dia tidak menjelaskan secara rinci soal unsur diskriminatif dari suatu perda. 

Yang jelas, kata dia, perda bersifat diskriminatif dikarenakan adanya ketidakcermatan dan juga kurangnya pemahaman dalam pembuatan Perda.

"Jadi kalau puasa semua orang tidak boleh makan. Itu pemahaman mereka sebatas itu. Tapi dalam perspektif UU HAM, pengertian HAM itu jangankan semua orang. Satu orang pun dilarang itu sudah melanggar," kata dia.

(Baca: Pembatalan Lebih dari 3.000 Perda Bukan yang Terakhir)

"Bunyinya kan dilarang berjualan, dilarang makan, dilarang melayani pada bulan Ramadhan. Itu kan berarti bisa luar biasa. Kalau dia itu tidak puasa, sakit, musafir, hak orang, hak berusaha juga dilanggar," ucap Sumarsono.

Kompas TV Kemendagri Panggil Walkot Serang Bahas Perda
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com