JAKARTA, KOMPAS.com - Psikolog dan pemerhati anak Seto Mulyadi mengharapkan Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengoreksi isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomer 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Seto menilai aturan yang lebih dikenal dengan Perppu Kebiri tidak menyelesaikan masalah kekerasan seksual, terutama pada anak.
"Jangan sampai Perppu yang niatnya sebagai pemecah masalah, malah menjadi masalah baru," ujar Seto, dalam talkshow "Ramadhan Bincang Anak" di Jakarta, Selasa (14/6/2016).
DPR pun diminta Seto mendengarkan masukan dari berbagai sumber seperti Komnas Anak, Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak Indonesia, pakar anak, dan psikolog.
Selain itu, pemerintah dan DPR juga harus melihat apakah di negara yang telah menerapkan hukuman kebiri dapat berjalan efektif. Salah satunya, dapat mengurangi jumlah kekerasan seksual pada anak.
"Itu yang harus dilihat, tidak usah malu kalau itu tidak tepat dan efektif," kata dia.
Seto meragukan kebiri sebagai hukuman pemberatan akan efektif memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual. Sebab, kekerasan seksual tidak hanya dipicu unsur libido semata.
"Dorongan melakukan tindak kekerasan seksual bukan hanya urusan libido saja tapi psikologis," ujar dia.
"Jadi orang ingin mendominasi orang lain, menguasai dengan cara-cara yang bisa ditempuh. Kekerasan ini bisa diterapkan tanpa menggunakan organ tubuh pelaku tapi dengan alat lain," kata Seto.
Menurut dia, jangan sampai hukuman kebiri memberikan efek lebih sadis dan kejam.
"Hukuman kebiri itu bisa menimbulkan rasa sadis. Bukan hanya menyerang anak-anak tapi ibu-ibu dan nenek-nenek sebagai pelampiasan rasa sakit hati," kata Seto.