JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Fraksi PDI Perjuangan di DPR RI Diah Pitaloka mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual akan dibahas dengan perspektif yang sangat luas. Menurut Diah, RUU tersebut harus memuat unsur keadilan.
Diah menuturkan, semua masukan dari masyarakat terkait hukuman dan penanganan kejahatan sosial akan menjadi pertimbangan. Ia berharap pembahasan RUU tersebut tidak dilakukan tergesa-gesa karena Undang-Undangnya akan berlaku dalam waktu yang sangat lama.
"Pembahasannya akan mempertimbangkan dinamika yang berkembang sebagai opini di masyarakat, mempertimbangkan landasan konstitusi dan menerapkan integritas kelembagaan DPR yang tidak reaktif," kata Diah, di Jakarta, Sabtu (28/5/2016).
Diah menuturkan, perlu ada solusi lebih dari sekadar memberi hukuman tegas kepada pelaku kekerasan seksual. Ia menilai pentingnya sistem peradilan dan peran lembaga pemasyarakatan dalam memberikan efek jera dan pencegahan agar pelaku kekerasan tidak mengulangi perbuatannya di kemudian hari.
"Dalam perspektif lebih luas, hukuman bisa berarti merumuskan jalan lebih baik dalam membangun tatanan sosial. Tugas pemerintah untuk membuat konstruksi lembaga pemasyarakatan yang memberikan rehabilitasi dan efek jera," ujarnya.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual kini tengah dibahas Badan Legislasi DPR dan diyakini tidak akan berbenturan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 yang mengatur hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual (Perppu Kebiri).
Perppu yang ditandatangani Presiden Joko Widodo 25 Mei 2016 dan cakupannya terbatas untuk pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Sedangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual bersifat lex generalis atau berlaku secara umum.
Perppu kebiri itu mengubah dan menambah sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta memperberat sanksi bagi pelaku kejahatan seksual, yakni hukuman mati, penjara seumur hidup, maksimal 20 tahun penjara dan minimal 10 tahun penjara.
Perppu juga mengatur tiga sanksi tambahan, yakni kebiri kimiawi, pengumuman identitas ke publik, serta pemasangan alat deteksi elektronik.
Perppu segera dikirimkan ke DPR untuk mendapat persetujuan sebelum disahkan menjadi Undang-Undang.