JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan ada lima poin yang tengah dikaji secara mendalam dalam Rancangan Undang-Undang Pilkada.
"Ada lima (poin) lagi dituntaskan, ada lima," ujar Luhut di Gedung Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), Jakarta Pusat, Kamis (19/5/2016).
Lima point itu, kata Luhut, sudah di bahas dalam Rapat Koordinasi Perubahan RUU Pilkada di Kantor Menkopolhukam, Selasa (17/5/2016). Namun, Luhut tidak menjelaskan secara rinci isi kelima point tersebut.
Ia mengatakan, besok akan ada pembahasan kembali atas kelima poin itu.
"Ada (dibahas), Jumat (20/5/2016) ini," kata Luhut.
(Baca: Mendagri Sebut RUU Pilkada Alot Bahas Keharusan Mundur Anggota DPR jika Calonkan Diri)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerima draf revisi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang diusulkan pemerintah beberapa waktu lalu.
Dengan diterimanya draf dan surpres ini, DPR kemudian mempercepat pembahasan revisi UU Pilkada sehingga bisa diberlakukan pada pilkada serentak 2017.
Ketua Komisi II Rambe Kamarulzaman mengatakan, dalam draf yang diserahkan pemerintah terdapat sejumlah perubahan, di antaranya, adalah untuk memberikan sanksi bagi parpol yang tak mengusung calon. Dengan begitu, diharapkan tak ada lagi calon tunggal dalam pilkada serentak mendatang.
(Baca: DPR Target Selesaikan Sembilan RUU, Termasuk RUU Pilkada dan "Tax Amnesty")
Namun, ada juga yang tidak berubah seperti syarat bagi calon perseorangan atau independen yang akan maju dalam pilkada. Nantinya, DPR lah yang akan mengubah persyaratan itu menjadi lebih berat sehingga ada keadilan dengan calon yang diusung partai politik.
Saat ini, untuk ikut pilkada, calon independen harus mendapatkan minimal 6,5 sampai 10 persen KTP berdasarkan daftar pemilih tetap pada pemilu sebelumnya. Rambe mengatakan, syarat tersebut terlalu ringan. Komisi II DPR berencana menaikkan angka itu menjadi 10-15 atau 15-20 persen.