JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Adian Yunus Yusak Napitupulu tak setuju jika Presiden Kedua RI Soeharto disematkan gelar pahlawan nasional.
Mantan aktivis 1998 itu menilai Menurut dia, untugelar pahlawan harus melewati proses yang panjang, bukan hanya sekadar menjadi presiden kemudian bisa mendapatkan gelar tersebut.
"Lebih kepada apa yang dia buat saat menjadi presiden," kata Adian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Ia menambahkan, banyak peristiwa khususnya terkait pelanggaran HAM dan korupsi, yang belum bisa dipertanggungjawabkan oleh Soeharto. Bahkan ada yang belum diusut oleh hingga hari ini.
(Baca: Munaslub Golkar Usulkan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional)
"Kalau dia diberikan gelar pahlawan, nanti makna pahlawan itu jadi bergeser jauh dari makna sejatinya," tutur Anggota Komisi VII DPR RI itu.
"Bukan lagi orang yang memperjuangkan bangsa dan negara, pahlawan bisa diartikan sebagai orang uang merampas hak-hak rakyatnya sendiri," sambung dia.
Ia menyinggung kasus 1965, Peristiwa Malari, Pembantaian Tanjung Priok, dan peristiwa lainnya yang merenggut nyawa ribuan orang. Soeharto sebagai pengambil keputusan pada era itu dianggap tak layak jika dianugerahi gelar pahlawan nasional.
"Bagaimana kita mengangkat orang yang mengambil hak tanah rakyat dan meninggalkan persoalan yang begitu besar untuk bangsa ini kita jadikan sebagai pahlawan," ucap Adian.
"Mengaburkan sejarah kalau kita jadikan pahlawan," lanjut dia.
(Baca: 18 Tahun Silam, Ketua DPR/MPR Harmoko Minta Presiden Soeharto Mundur)
Munaslub Golkar sebelumnya mengusulkan agar Presiden kedua RI Soeharto menjadi pahlawan nasional.
Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie menilai Soeharto layak mendapatkan gelar itu. DPP Golkar sendiri, lanjut dia, sudah pernah memberikan penghargaan Abdi Luhur kepada mantan Soeharto.
"Saya serahkan ke munas ini untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk diusulkan menjadi pahlawan nasional," ujar Aburizal.