JAKARTA, KOMPAS.com — Politisi Partai Golkar, Setya Novanto, resmi mendaftarkan diri sebagai bakal calon ketua umum Partai Golkar, Rabu (4/5/2016). Novanto menjadi bakal calon ketiga yang mendaftarkan diri.
Saat memberikan keterangan kepada awak media, Novanto mengaku siap untuk menyerahkan sumbangan Rp 1 miliar sebagai bantuan anggaran penyelenggaraan musyawarah nasional luar biasa (munaslub).
"Di Partai Golkar ini, kami selalu mengadakan gotong royong, selalu mengandalkan orang yang punya kemampuan lebih untuk kepentingan acara-acara Partai Golkar," kata Novanto di Kantor DPP Partai Golkar.
Saat mendaftar, Novanto juga menyerahkan berkas yang berisi persyaratan kepada Komite Pemilihan. (Baca: Tommy Soeharto dan Setya Novanto Berpotensi Perburuk Citra Partai Golkar)
Ia optimistis syarat yang ditentukan oleh Komite Pemilihan telah dipenuhi semuanya.
Setidaknya, ada 18 syarat untuk menjadi calon ketum Golkar, di antaranya memiliki prestasi, dedikasi, disiplin, loyalitas, dan tidak tercela (PDLT).
Saat disinggung mengenai syarat tersebut, Novanto hanya terdiam. Ia hanya menjawab pertanyaan lain seputar rencana dimajukannya jadwal penyelenggaraan munaslub. (Baca: Untuk Kali Kelima, Jadwal Munaslub Golkar Kembali Berubah)
"Ya, tentu insya Allah waktu yang ditentukan DPP Partai Golkar yang waktunya tanggal 15 Mei, apa pun yang diputuskan saya bersama tim yang selalu mengikuti, dan apa pun keputusannya saya menghormati," kata mantan Ketua DPR itu.
Novanto sebelumnya tersangkut kasus "papa minta saham" dalam skandal permintaan saham PT Freeport Indonesia.
Dalam proses di Mahkamah Kehormatan Dewan, sebanyak sembilan anggota menyatakan Novanto terbukti melanggar kode etik kategori sedang dengan sanksi pencopotan dari Ketua DPR. (Baca: Sidang MKD dan Skenario Setya Novanto Dianggap Menipu Rakyat)
Adapun enam anggota MKD menyatakanNovanto melanggar kode etik kategori berat dan mengusulkan pembentukan panel. Namun, tak ada keputusan apa pun MKD terkait kasus tersebut.
Adapun terkait sangkaan pemufakatan jahat dalam kasus itu, Kejaksaan Agung memutuskan untuk mengendapkannya dengan alasan belum cukup bukti. (Baca: Jaksa Agung Akui Mengendapkan Kasus Pemufakatan Jahat)
Sementara itu, anggota Panitia Pengarah Munaslub Andi Sinulingga mengatakan, syarat PDLT merupakan ketentuan yang terdapat di dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai.
Ketentuan itu merupakan warisan kepengurusan Golkar pada masa Orde Baru, tetapi belum mengalami penyesuaian.
"Parameter berorganisasinya masih menggunakan parameter di zaman Orba, di mana semua jenjang berorganisasi itu terukur dengan jelas," ujarnya.
(Baca: Komite Etik Munaslub Anggap Setya Novanto Tak Pernah Kena Sanksi MKD)
Ia mencontohkan, seorang kader dianggap berprestasi saat itu dilihat dari perolehan suaranya. Sedangkan seorang kader dianggap tidak tercela apabila tidak berpoligami. Sebab, pemerintah saat itu mengeluarkan aturan larangan berpoligami.
"Nah, hari ini tidak bisa seperti itu. Ini perlu dipertegas, perlu didefinisikan di dalam AD/ART PDLT itu. Apakah kalau orang sudah tersangkut masalah hukum masuk tidak tercela? Apakah orang yang sudah diopinikan publik buruk, tapi secara hukum tidak terbukti itu termasuk tidak tercela?" kata dia.
Untuk itu, kata dia, saat ini Panitia Pengarah Munaslub menganggap semua bakal calon yang mendaftar itu bersih dari perbuatan tercela hingga ada pendefinisian baru terkait hal tersebut.