oleh Iwan Santosa dari Filipina
"Saya ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak, seluruh anak bangsa yang telah membantu upaya pembebasan ini, baik yang formal maupun yang informal." Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo terkait pembebasan 10 warga negara Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.
Pernyataan Presiden di Istana Bogor, Jawa Barat, pada Minggu malam lalu, tidaklah tiba-tiba. Upaya pembebasan 14 warga negara Indonesia anak buah kapal kapal tunda Brahma 12 memang melibatkan banyak sekali pihak.
Setelah disandera di Perairan Sulu, Filipina, 26 Maret lalu, tim perunding pihak perusahaan yang dibantu Kementerian Luar Negeri RI dan Badan Intelijen Strategis TNI segera berusaha membuat kontak dengan penyandera.
Tim ini mendapatkan bantuan berbagai pihak, termasuk dari Filipina, yang dimotori seorang keponakan pengusaha besar negara tersebut.
Dalam situasi ini, Kemenlu aktif memetakan situasi lapangan di Filipina hingga menyusuri pantai timur Sabah untuk mencari data jaringan kelompok Abu Sayyaf.
Alami kesulitan
Menjelang pekan terakhir April 2016, sudah mulai dijalin rencana pembebasan dan penjemputan sandera. Namun, berulang kali tim gabungan mengalami kesulitan. Pasalnya, seiring pembunuhan sandera Abu Sayyaf, Pemerintah Filipina terpaksa mengambil tindakan militer.
Itu menyulitkan pembebasan sandera dan juga komunikasi. Sebab, dalam rangkaian operasi militer, sering kali sinyal telepon seluler di Kepulauan Sulu untuk sementara dikacaukan.
Dalam komunikasi yang serba sulit itu, pihak Palang Merah Internasional (ICRC) juga dilibatkan. Namun, kelompok Abu Sayyaf marah setelah ICRC memublikasikan pemenggalan warga negara Kanada, John Ridsel, sehingga rencana pembebasan WNI dibatalkan penyandera.
Dalam kondisi ini, tim gabungan perunding sabar menunggu. Mereka bergantian beristirahat di beberapa rumah aman di Kota Zamboanga untuk mengantisipasi perkembangan situasi.
Selain tim gabungan, dalam upaya pembebasan ini juga ada Tim Aju yang terdiri dari beberapa orang di bawah koordinasi seorang tokoh dari Jakarta yang memulai tugasnya sejak kembali dari luar negeri. Dalam upaya menyelamatkan WNI, juga ada tim kemanusiaan yang dipimpin politisi Victor B Laiskodat.
Dengan berbagai upaya, 10 sandera akhirnya dapat dibebaskan. Namun, tugas belum usai. Kini, masih tersisa empat WNI awak kapal tunda Henry yang masih disandera faksi lain kelompok Abu Sayyaf.
(Suhartono)
------
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Mei 2016, di halaman 1 dengan judul "Kerja Bersama Bebaskan Sandera".
* ICRC memberi klarifikasi terkait pemberitaan ini. Klarifikasi bisa dibaca di tautan ini: (Baca: Klarifikasi ICRC Terkait Upaya Pembebasan Sandera Abu Sayyaf)