JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Arminsyah mengatakan, terpidana kasus pencairan bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Samadikun Hartono, siap menyerahkan hartanya untuk mengganti kerugian negara.
Menurut dia, saat ini Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tengah menunggu penggantian keuangan negara oleh Samadikun.
"Rumahnya siap diserahkan yang di Jalan Jambu (Menteng), terus yang tanah di Puncak," ujar Arminsyah di gedung bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (3/5/2016).
Keputusan Samadikun, kata Arminsyah, diambil setelah berdiskusi dengan keluarganya di lembaga pemasyarakatan.
Kejagung menaksir aset berupa rumah tersebut senilai Rp 50 miliar, sementara tanah di Puncak belum bisa dipastikan nilainya.
"Kalau tidak dibayar (kerugian negara), salah satunya akan disita," kata Arminsyah.
Samadikun merupakan terpidana kasus korupsi BLBI dan menjadi buron belasan tahun. Sejak mengekesekusi Samadikun, akhir April 2016 lalu, Kejagung memang mengincar aset Samadikun untuk disita jika tidak bisa mengembalikan uang ke kas negara.
(Baca: Setelah Buron Bertahun-tahun, Samadikun Berniat Bayar Kerugian Negara Rp 169 M)
Samadikun ditangkap di Shanghai, China, oleh kepolisian setempat. Ia pun dikembalikan ke Indonesia, Kamis (21/4/2016) petang, dan tiba di bandara Halim Perdanakusuma pada malam harinya.
(Baca: Tiba di Kejagung, Samadikun Hartono Hanya Tertunduk)
Samadikun divonis bersalah dalam kasus penyalahgunaan dana talangan dari Bank Indonesia atau BLBI senilai sekitar Rp 2,5 triliun yang digelontorkan ke Bank Modern menyusul krisis finansial 1998.
Kerugian negara yang terjadi dalam kasus ini disebut sebesar Rp 169 miliar. Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) tertanggal 28 Mei 2003, mantan Presiden Komisaris Bank PT Bank Modern Tbk itu dihukum empat tahun penjara.