Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi, Luhut, dan Yasonna Diminta Hadiri Langsung Mediasi PPP di Pengadilan

Kompas.com - 06/04/2016, 13:08 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa Hukum Djan Faridz, Humphrey R Djemat menginginkan agar Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, serta Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly hadir dalam proses mediasi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016, dinyatakan bahwa para pihak prinsipal harus hadir langsung," kata Humphrey di PN Jakarta Pusat, Rahu (6/4/2016).

Menurut dia, jika ketiga tokoh mewakili pemerintah itu tidak hadir, maka selain membuat persidangan menjadi cacat hukum, juga akan merugikan pemerintah sendiri.

Ketidakhadiran mereka dianggapnya tidak menunjukkan itikad baik terhadap proses yudikatif yang sedang dilakukan.

"Kalau Presiden tidak patuh terhadap persidangan, tidak mau hadir, berarti memberi contoh yang tidak baik. Dari segi politik pun bisa dianggap melecehkan pengadilan," ujar Humphrey.

Ia yakin Jokowi akan patuh dan menghadiri proses mediasi. Kuasa hukum Djan menilai Jokowi serius mengatasi masalah ini dan itu terlihat sejak persidangan pertama di mana kuasa hukum yang mewakili Presiden datang paling awal.

Adapun mediasi yang dilakukan hari ini dapat dilakukan karena seluruh kuasa hukum tergugat hadir dengan menunjukkan surat kuasa yang ditandatangani langsung oleh tergugat.

Dalam mediasi tersebut, semua pihak akan kembali ditanya tentang kesediaan menempuh cara medias, termasuk waktu mediasi berikutnya.

"Apa yang ditakuti, sih? Kalau tidak hadir, berarti Presiden takut dengan Pak Djan Faridz," ujarnya.

Hingga berita ini ditayangkan, mediator yang ditunjuk PN Pusat, Diah Siti Basariah, masih belum hadir ke ruang mediasi.

Djan telah mengajukan gugatan terhadap pemerintah, yang dianggap tidak melaksanakan putusan Mahkamah Agung Nomor 601/2015.

Putusan MA itu membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, yang mengesahkan Surat Keputusan Menkumham atas kepengurusan PPP hasil Muktamar Surabaya.

Menkumham telah mencabut SK pengurus yang dipimpin Romahurmuziy itu pada Januari 2016.

Meski demikian, Menkumham tidak mengesahkan kepengurusan Djan Faridz, yang dibentuk pada Muktamar PPP di Jakarta.

Sebaliknya, Menkumham justru menghidupkan kembali pengurus PPP hasil Muktamar Bandung dan memberi tenggat waktu enam bulan untuk menyelenggarakan muktamar islah.

Menurut Djan, tindakan yang dilakukan pemerintah itu merupakan perbuatan melawan hukum. Tak hanya menggugat Presiden dan dua menteri, Djan juga menuntut ganti rugi sebesar Rp 1 triliun kepada pemerintah.

Mediasi sempat tertunda pada persidangan kedua. Meski perwakilan dua tergugat hadir pada sidang, Selasa (29/3/2016) lalu, hakim Baslin Sinaga yang memimpin sidang memutuskan untuk tetap menundanya.

Penundaan dilakukan karena surat kuasa yang diberikan kepada tim hukum Kemenkumham tidak ditandatangani oleh Yasonna.

Pada persidangan hari ini, surat kuasa yang diberikan pada tim hukum tergugat seluruhnya ditandatangani langsung oleh tergugat sehingga bisa dinaikkan ke proses mediasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

Nasional
Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

Nasional
Gejala Korupsisme Masyarakat

Gejala Korupsisme Masyarakat

Nasional
KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com