Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muhammadiyah Siap Tampung Keluarga Siyono jika Diusir dari Desa

Kompas.com - 01/04/2016, 15:19 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - PP Muhammadiyah menyatakan kesediaannya untuk menampung dan membiayai kehidupan Suratmi beserta kelima anaknya.

Mereka adalah keluarga Siyono, terduga teroris asal Klaten yang tewas saat penangkapan oleh Densus 88 Polri.

Pernyataan tersebut diutarakan Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak saat jumpa pers "Mencari Keadilan untuk Suratmi" di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta Pusat, Jumat (1/4/2016).

Menurut Dahnil, rencananya PP Muhammadiyah akan melakukan otopsi jenazah Siyono dalam waktu dekat.

Awalnya, proses otopsi akan dilakukan pada hari Rabu lalu, di Desa Pogung Kecamatan Cawas, tempat tinggal Siyono dan keluarganya.

Namun, karena ada kendala teknis, rencana tersebut batal dijalankan. (baca: Ini Alasan Densus 88 Tangkap Siyono...)

Menurut Dahnil, Suratmi sempat didatangi oleh Kepala Desa dan menyampaikan bahwa masyarakat sekitar menolak otopsi dilakukan di desa tersebut.

Apabila rencana otopsi tetap dilakukan, masyarakat meminta proses itu dilakukan di luar desa Pogung dan jenazah Siyono tidak boleh lagi dikuburkan kembali di tempat asalnya. (baca: Warga Tolak Otopsi Jenazah Siyono)

Begitu juga dengan Suratmi dan keluarganya, harus keluar dari desa Pogung dan tidak boleh lagi tinggal di situ.

"Kalaupun diusir, Muhammadiyah yang akan menampung Suratmi dan keluarganya. Kami siap menanggung seluruh biaya hidup mereka," ujar Dahnil.

Ia mengatakan, Muhammadiyah menghormati keputusan Kepala Desa tersebut dan tidak akan memaksakan otopsi dilakukan di Desa Pohung. Hal tersebut untuk menghindari konflik horizontal.

Namun, ia menegaskan bahwa rencana otopsi jenazah Siyono tetap akan tetap dilakukan. (baca: Muhammadiyah: Dalam Waktu Dekat Jenazah Siyono Diotopsi)

PP Muhammadiyah telah menunjuk 6 dokter dan ahli forensik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk melakukan proses otopsi.

"Kami tidak akan memaksakan otopsi dilakukan di kawasan desa tersebut. Sepenuhnya menghormati keputusan kepala desa. Itu solusinya," kata Dahnil.

Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan sebelumnya merasa banyak pihak yang menyudutkan polisi dengan kematian Siyono. (baca: Polri Merasa Disudutkan dengan Kematian Siyono)

"Ketika orang yang jelas-jelas bisa kita buktikan berdasarkan saksi, berdasarkan bukti bahwa dia adalah seorang petinggi teroris dikatakan melanggar HAM, dari situ saja Polri sudah disudutkan," kata Anton di Mabes Polri, Jakarta, Senin (28/3/2016).

Sementara jika anggota polisi atau TNI yang menjadi korban tindak kekerasan, bahkan meninggal dunia, tak ada yang menyebut penyerangnya telah melanggar HAM. (baca: Polri: Kalau Kematian Siyono Disengaja, Kita Akan Ditertawakan Polisi di Dunia)

Menurut Anton, sikap tersebut tidak adil dan akan berdampak negatif bagi polisi dalam melakukan tugasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

Nasional
PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com