Kondisi itu bisa terjadi karena kapasitas maupun manajemen kepemimpinan DPD.
Lebih lanjut ia mengatakan, kericuhan di DPD beberapa waktu lalu bisa dilihat sebagai bentuk rasa tidak puas anggota, sehingga mereka berusaha mengganti kepemimpinan, melalui pemangkasan masa jabatan pimpinan.
Dengan pergantian tersebut, diharapkan kepemimpinan yang baru bisa membangun sinergi yang jauh lebih baik dengan lembaga tinggi negara lain terutama DPR.
"Mungkin itu dilakukan dalam usaha reposisi DPD terkait keterlibatan membangun negara seperti yang diamanatkan UU MD3," ungkapnya.
Sebelumnya, rapat paripurna Dewan Perwakilan Daerah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/3/2016), berlangsung ricuh.
Mayoritas anggota meminta Ketua DPD Irman Gusman dan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad selaku pimpinan rapat menandatangani tata tertib yang intinya memperpendek jabatan pimpinan DPD dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun.
Namun, Irman dan Farouk menolak menandatangani tata tertib yang sudah disepakati dalam rapat paripurna luar biasa DPD pada 15 Januari 2016.
(Baca : Ini Alasan Pimpinan DPD Tak Mau Tanda Tangani Tatib Baru)
Dari 63 anggota DPD yang hadir, 44 orang setuju masa jabatan pimpinan DPD dipangkas.
Hanya 17 anggota yang mendukung masa kerja pimpinan DPD tetap lima tahun. Sementara dua anggota memilih abstain.