Mereka menilai, beberapa pasal yang tercantum dalam UU ITE tumpang tindih dengan peraturan undang-undangan lain. Sehingga UU ITE tidak mampu untuk memberikan kepastian hukum kepada masyarakat.
Pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Asep Komarudin, mengatakan, tindak pidana yang diatur dalam pasal 27, 28 dan 29 UU ITE sebenarnya sudah diatur juga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Tidak hanya tumpang tindih tapi juga duplikasi. Tidak pidananya sudah diatur KUHP namun diatur ulang di dalam UU ITE, karena dianggap ada medium baru (internet)," kata Asep ketika ditemui dalam sebuah diskusi mengenai revisi UU ITE, di Jakarta, Kamis (18/2/2016).
(Baca: 138 Orang Kena Jerat, UU ITE Dianggap Ancaman Kebebasan Berekspresi)
Ia menuturkan, LBH Pers pernah mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait beberapa pasal dalam UU ITE yang bertentangan dengan peraturan di atasnya.
Meski ditolak, namun MK mensyaratkan penerapan pasal 27 ayat 3 UU ITE harus merujuk pada KUHP. Artinya, definisi penghinaan, fitnah, dan pencemaran nama baik harus merujuk pada pasal KUHP.
Dengan demikian, Asep memnilai UU ITE sudah harus direvisi untuk menghapuskan pasal soal pencemaran nama baik karean sudah diatur dalam KUHP.
"Kami melihat hal itu membuktikan UU ITE sudah tidak perlu lagi mencantumkan pasal pencemaran nama baik," ujarnya.
(Baca: Pemalsu Akun Facebook Gubernur NTB Terancam Penjara 12 Tahun )
Persoalan lain yang harus dicermati terkait ancaman pidana yang diatur dalam UU ITE.
Ancaman pidana penjara atas pencemaran nama baik di UU ITE lebih tinggi daripada ancaman pidana dalam KUHP Pasal 310 dan 311 KUHP mengatur ancaman pidana paling lama 1,5 tahun.
Sedangkan dalam UU ITE ancaman pidananya bisa mencapai 6 tahun.
"Ini kan aneh sekali. Menurut saya pencemaran nama baik ini kan tidak tergolong ke dalam tindak pidana berat, kenapa harus dipenjara selama 6 tahun," ungkap Asep.
Lebih lanjut, Asep mengusulkan sebaiknya DPR memasukkan pasal pencemaran nama baik yang menggunakan medium internet ke dalam KUHP agar tidak terjadi tumpang tindih dan duplikasi.
(Baca: Pasal Karet UU ITE Dimanfaatkan untuk Balas Dendam Hingga "Shock Therapy")
Sanksinya pun perlu diubah menjadi kerja sosial, bukan dengan pidana penjara. Sejauh pengamatannya, ancaman penjara pun tidak berhasil mengembalikan nama baik seseorang yang sudah dicemarkan.
"Saat ini pemerintah juga sedang melakukan proses amandemen KUHP di Komisi III, alangkah lebih baik pencemaran nama baik melalui medium internet diatur dalam KUHP," tuturnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.