Pola yang dilakukan sama, yaitu pemilik perusahaan melakukan pengadaan barang atau jasa tanpa melalui jalur semestinya.
Salah satunya dengan menyuap pejabat daerah atau pusat agar perusahaannya menjadi pelaksana proyek tanpa harus melalui proses lelang.
Untuk perkara partai politik, ada pelaku korupsi yang mengumpulkan dana dari sejumlah proyek dan dijadikan kas partai.
Ketua KPK Agus Rahardjo berpendapat, sudah saatnya KPK menerapkan gebrakan baru, yakni dengan menjerat korporasi dan parpol yang diperkaya oleh korupsi.
"Perusahaannya tidak pernah melakukan pekerjaannya, padahal dapatnya besar-besar. Kalau sekali dapat bisa kontraknya Rp 40 miliar, Rp 100 miliar, tapi dilakukan orang lain," ujar Agus, saat berbindang dengan Kompas.com, di kantornya, Selasa (16/2/2016).
Kasus Nazarudiin
Sebut saja kasus yang menjerat mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Sebagai pengendali kelompok usaha Permai Grup yang terdiri dari beberapa perusahaan, ia mengumpulkan dana dari perusahaan swasta demi memuluskan proyek yang tidak dia kerjakan.
Total uang yang dinikmati Nazar dan perusahaannya mencapai Rp 40,37 miliar.
Uang tersebut ada yang masuk ke Permai Grup, ke kantongnya sendiri, ke sejumlah anggota DPR RI, dan Partai Demokrat.
Dalam kesaksiannya, mantan Wakil Direktur Keuangan Permai Group Yulianis mengaku pernah diperintah Nazar untuk membawa sejumlah uang ke Kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010.
Menurut Yulianis, uang itu diambil dari kas Permai Group.
Sumbangan itu digunakan untuk ajang pemilihan ketua umum di Kongres Partai Demokrat yang dikumpulkan sejak April 2010.
Berkaca dari kasus ini, Agus mewacanakan korporasi yang mereguk keuntungan dari tindak pidana korupsi juga akan dijerat.
"KPK belum memulai, baru berpikir bagaimana menerapkan ini. Karena kalau diterapkan, paling tidak ada sorotan kepada para direksinya, pasti diganti," kata Agus.
Pemidanaan korporasi diatur dalam Pasal 20 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.
Ayat 1 uu tersebut menyatakan, dalam hal tindak pidana korupsi oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.
Korporasi dianggap terlibat dalam tindak pidana korupsi jika dilakukan oleh orang-orang yang bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut, baik sendiri maupun bersama-sama.
Sementara, dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah sepertiganya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.