"Jangan langsung dirilis, karena ada beberapa pesantren hanya menjelaskan apa definisi non-muslim, tidak bisa langsung dituduh," ungkap Anggota Komisi VII DPR, Maman Imanulhaq dalam sebuah diskusi di Tebet, Jakarta Selatan, Kamis (4/2/2016).
Ia juga meminta agar BNPT melakukan verifikasi terhadap hasil temuan tersebut serta melakukan kerjasama dengan Kementeian Agama.
Kalau pun ditemukan pondok-pondok pesantren terindikasi radikal, kata Maman, maka yang terlebih dahulu harus dilakukan adalah pembinaan terhadap santri-santrinya.
Diwawancara terpisah, Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia, Cholil Nafis mengatakan MUI akan melakukan kajian kembali terkait kategorisasi yang digunakan BNPT untuk menentukan apakah sebuah pesantren radikal atau tidak.
Ia mengaku mendapatkan informasi temuan BNPT itu melalui media dan statement Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Kami perlu kaji lagi kategori radikalnya gimana. Kalau mengarah, tentu bisa kami bina," tutur Cholil.
Namun, ketika mengancam stabilitas negara, lanjut dia, merupakan tanggungjawab penegak hukum. Cholil memaparkan setidaknya ada 10 kriteria yang ditetapka MUI untuk menentukan apakah sebuah acara sesat atau tidak.
"Beberapa di antaranya mengakui ada nabi setelah Nabi Muhammad, menafsirkan Al-Quran tidak sesuai ketentuan ulama, ada juga yang menyebutkan zakat belum wajib," ujar Cholil.