Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gafatar Bebas Beraktivitas di Banyak Wilayah, Kerja Intelijen Dipertanyakan

Kompas.com - 13/01/2016, 21:47 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif MAARIF Institute Fajar Riza Ul Haq menyoroti soal lemahnya fungsi intelijen dalam memantau aktivitas Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar). 

Jika fungsi intelijen kuat, maka aktivitas Gafatar sekarang tidak akan sampai meresahkan masyarakat dengan adanya peristiwa hilangnya sejumlah warga secara tiba-tiba dan diduga terkait organisasi tersebut. 

"Tentunya, publik mempertanyakan kinerja intelijen jika gerakan ini pada akhirnya dianggap merugikan masyarakat bahkan mengancam keamanan negara," ujar Fajar dalam siaran pers yang diterima, Rabu (13/1/2016).

(Baca: Gafatar Tepis Adanya Kaitan dengan Ahmad Moshaddeq)

Padahal, lanjut dia, sudah muncuk riak-riak penolakan di beberapa daerah. Keberadaan Gafatar diangga juga merupakan potret lunturnya kepercayaan publik terhadap negara. 

Lebih lanjut, Fajar mengungkapkan Gafatar sempat mengajukan permohonan audiensi dengan MAARIF Institute pada tahun 2011. Saat itu mereka sedang gencar sosialisasi sekaligus menggalang dukungan tokoh-tokoh masyarakat jelang deklarasi organisasi itu. 

"Namun, kami tidak merespon lebih jauh, terlebih waktu itu NII Crisis Center, salah satu mitra MAARIF Institute dalam kampanye anti kekerasan, mensinyalir Gafatar sebagai bentuk kelanjutan NII," ucap dia.

(Baca: Gafatar Tepis Terapkan Ajaran Agama yang Berbeda)

Fajar menjelaskan, kelompok Gafatar juga menggunakan istilah-istilah yang biasa dipakai NII seperti hijrah dan pemerintah kafir namun mereka tidak memprovokasi pengikutnya melakukan kekerasan fisik. 

Berdasarkan pengakuan Ketua Umum DPP Gafatar Mahful Muiz Tumanurung dalam Tabloid Gafatar edisi November 2014, organisasi ini berdiri 14 Agustus 2011 di Jakarta. Resmi deklarasi terbuka pada 21 Januari 2012.

(Baca: Jejak Organisasi Gafatar di Indonesia...)

Dijelaskan Fajar, Mahful mengakui bahwa beberapa pendiri pernah terlibat dalam komunitas keagamaan yang sudah difatwa sesat oleh MUI tahun 2007. Jika ditelusuri, kelompok yang dimaksud adalah Al Qiyadah al-Islamiyah pimpinan Ahmad Moshaddeq.

Orang ini kini mendekam di LP Cipinang karena kasus mengaku nabi baru.

"Hemat saya, rantai ini penting dicermati dalam membaca proses evolusi gerakan ini," ucap Fajar.


Kompas TV 20 Warga Banten Hilang Misterius

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

Nasional
Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Ketua KPK Mengaku Tak Tahu-menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com