JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Riset dan Jaringan LBH Pers, Asep Komarudin mengatakan, salah satu fenomena dunia pers yang menjadi perhatian pada 2015 adalah berubahnya pola ancaman kebebasan pers.
Tak hanya media ataupun jurnalis yang menjadi korban terlapor, namun narasumber juga terkena ancaman tersebut.
"Tren baru ancaman terhadap kriminalisasi," ujar Asep dalam acara diskusi di Jakarta Pusat, Selasa (22/12/2015).
"Bukan cuma terhadap media atau pun jurnalisnya, tetapi kemudian juga menyasar kepada narasumbernya," kata dia.
Asep memberi contoh kasus Aktivis Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, yang dilaporkan ke kepolisian karena dianggap mencemarkan nama baik Prof Romli Atmasasmita.
Emerson dianggap kurang mendukung gerakan antikorupsi. Padahal, kata Asep, Emerson yang merupakan narasumber berita telah menjadi bagian tak terpisahkan dari pemberitaan.
Sehingga, ketika ada permasalahan maka harus diselesaikan dengan mekanisme Undang-Undang Pers.
"Kalau sengketa pemberitaan, kalau melalui mekanisme UU Pers, Dewan Pers tidak memberikan sanksi yang bersifat punishment tapi kan rekomendasi Dewan Pers," ucap Asep.
"Misalnya harus memberikan hak jawab, hak koreksi dan sebagainya jika terjadi kekeliruan. Dan itu memang dimandatkan oleh UU Pers," tuturnya.
Asep menambahkan, hal ini menjadi penting karena menandakan bahwa aparat kepolisian dan para pejabat negara masih belum memahami betul bahwa UU Pers adalah Undang-Undang yang secara khusus mengatur penyelesaian sengketa di media.
Ia juga menyinggung kasus kriminalisasi insan pers yang baru-baru ini tengah diperbincangan, yaitu mantan Ketua DPR Setya Novanto yang melaporkan Metro TV atau Putra Nababan sebagai pimpinan redaksi atas tuduhan pencemaran nama baik.
Asep menilai, seharusnya kasus tersebut diselesaikan dengan mekanisme sengketa jurnalistik terlebih dahulu.
Ia mencatat, banyak anggota kepolisian yang belum memahami bahwa Kapolri dan Dewan Pers telah menandatangani nota kesepahaman atau mutual of understanding (MoU) terkait penyelesaian kasus-kasus yang berkaitan dengan media.
Menurut dia, kekurangan ini menjadi pekerjaan rumah bagi kepolisian untuk mengedukasi jajarannya terkait penerapan UU Pers tersebut.
"Jangankan UU Pers. MoU antara Kapolri dan Dewan Pers saja mereka enggak tahu. Ini juga jadi PR bagi Dewan Pers dan Kapolri," tutur Asep.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.