Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Voting, MKD Akhirnya Lanjutkan Sidang Kasus Novanto

Kompas.com - 01/12/2015, 18:11 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) akhirnya memutuskan melanjutkan kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto ke persidangan.

Keputusan ini diambil setelah MKD melakukan voting dan lebih banyak anggota yang setuju kasus tersebut dilanjutkan ke persidangan.

Voting dilakukan secara terbuka di ruang sidang MKD, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/12/2015) petang.

Sebenarnya, dalam rapat 24 November lalu, MKD sudah memutuskan untuk melanjutkan kasus Novanto ke persidangan.

Namun, pada rapat Senin (30/11/2015), anggota baru MKD dari Golkar, dibantu Gerindra dan PPP, hendak membatalkan keputusan rapat tersebut.

Mereka mempermasalahkan legal standing Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said sebagai pelapor hingga bukti rekaman percakapan antara Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin yang dianggap tak utuh.

Rapat berlangsung alot hingga akhirnya diputuskan untuk voting. Voting dilakukan dalam dua tahap. (Baca: Akbar Faizal: Anggota MKD dari Golkar Minta Kasus Novanto Ditutup)

Tahap pertama, anggota MKD memilih dua opsi. Opsi pertama, melanjutkan persidangan dengan pengesahan jadwal persidangan.

Opsi kedua, tidak melanjutkan ke persidangan karena tak cukup hasil verifikasi dan alat bukti.

Sebanyak 11 anggota MKD memilih opsi pertama dan enam lainnya memilih opsi kedua. (Baca: Bila MKD Bungkam, Jusuf Kalla Yakin Kasus Pencatutan Jadi Skandal Besar)

Selanjutnya, voting dilanjutkan ke tahap kedua. Para anggota kembali dihadapkan pada dua opsi. Opsi pertama, langsung melanjutkan ke tahap persidangan. Opsi kedua, menuntaskan verifikasi.

Sebanyak sembilan anggota MKD memilih opsi pertama dan delapan anggota memilih opsi kedua. (Baca: Anggota MKD dari Golkar Tolak Disebut Menghambat Perkara Setya Novanto)

"Berarti pilihan yang dipilih mayoritas adalah melanjutkan persidangan dengan pengesahan jadwal persidangan. Tok," kata Ketua MKD Surahman Hidayat sembari mengetuk palu sidang tiga kali.

Agenda sidang langsung dibagikan kepada para anggota. Pada Rabu besok, MKD akan memanggil Sudirman Said sebagai pelapor.

Pada Kamis keesokan harinya, MKD akan memanggil saksi utama yang ikut dalam pertemuan, yakni Maroef Sjamsoedin dan Riza Chalid.

Selain di ranah etika di MKD, kasus tersebut juga masuk ke ranah pidana. Kejaksaan Agung mulai mengumpulkan bahan keterangan perkara tersebut. (Baca: Pencatutan Nama Jokowi-JK Diusut Kejaksaan, Sangkaannya Permufakatan Jahat)

Unsur pidana yang didalami penyidik adalah dugaan permufakatan jahat yang mengarah ke tindak pidana korupsi sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

Sudirman menyebut adanya permintaan saham kepada petinggi Freepot dengan mencatut nama Presiden dan Wapres.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com