Foto tersebut seolah-olah dikesankan Fadli hanya berfoto di studio, padahal dia benar-benar mengunjungi lokasi kebakaran hutan.
"Itu fitnah, saya bisa tuntut kalau mau," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (4/11/2015).
Namun, Fadli Zon tak setuju jika surat edaran itu ditujukan bagi orang-orang yang melakukan kritikan terhadap pemerintah. (Baca: Polri Sebut Ada 180.000 Akun di Media Sosial Sebar Kebencian )
Menurut dia, setiap warga negara harus dibebaskan menyampaikan kritik, selama didasari oleh fakta.
"Harus dipisahkan antara fitnah dan kritik. Kalau kritik bebas, yang tidak boleh fitnah," ucap politisi Partai Gerindra ini. (Baca: Surat Edaran "Hate Speech" Dinilai Dapat Lumpuhkan Demokrasi )
Fadli Zon berharap surat edaran itu tidak disalahgunakan menjadi alat politik untuk membungkam suara masyarakat terhadap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Semua pihak, kata dia, harus betul-betul mengawasi pelaksanaannya.
"Kita tidak ingin ada pendekatan security approach seperti di masa lalu," ucap dia.
Pada surat edaran yang ditandatangani Kapolri pada 8 Oktober 2015 tersebut, jejaring media sosial menjadi salah satu sarana yang dipantau terkait penyebaran ujaran kebencian ini.
Sementara itu, aspek yang dianggap dapat menyulut kebencian juga tak terbatas pada suku, agama, ras, etnis, dan golongan. (Baca: Sekjen PBNU: Kami Tunggu Polri Menindak Tegas Kelompok Intoleran )
Aspek mengenai warna kulit, jender, kaum difabel, hingga orientasi seksual juga menjadi perhatian dalam surat edaran ini.
Dalam surat edaran disebutkan, ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam KUHP dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP. Bentuknya antara lain penghinaan, pencemaran nama baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, memprovokasi, menghasut, dan penyebaran berita bohong.