Jika menolak revisi ini, Jokowi secara tidak langsung telah membuat keputusan yang bertentangan dengan kehendak partainya, PDI Perjuangan. Namun, jika Jokowi menyetujuinya, keputusan tersebut akan bertentangan dengan kehendak mayoritas rakyat.
Rencana revisi UU KPK sebagai inisiatif DPR diusulkan oleh 45 anggota DPR dari enam fraksi pada rapat Badan Legislasi, Selasa (6/10/2015) pekan lalu. Sejauh ini, hanya PDI-P satu-satunya fraksi di DPR yang sudah menentukan sikap resmi untuk mendukung revisi UU KPK ini. Hanya PDI-P pula yang mendukung semua isi draf revisi UU KPK yang diedarkan pada rapat Baleg itu.
Bahkan, Sekretaris Fraksi PDI-P Bambang Wuryanto menjelaskan, revisi ini datang langsung dari pimpinan partai berlambang banteng itu. Oleh karena itu, semua anggota fraksinya harus patuh dan mendukung penuh revisi ini.
"PDI Perjuangan kan harus tegak lurus. Kalau perintah komandannya, pimpinannya A, maka kita A semua. Kalau B, ya B semua," kata Bambang beberapa waktu lalu.
Namun, saat ditanya apakah pimpinan yang dimaksud adalah Ketua Umum DPP PDI-P Megawati Soekarnoputri, Bambang enggan menjawabnya. Dia hanya menegaskan bahwa revisi ini adalah perintah yang datang langsung dari partai.
"Ini perintah partai. Kita sepakat. Kalau A, ya A semua," katanya.
Bambang memang tak mengungkapkan apakah perintah partai ini berlaku juga untuk kader PDI-P di eksekutif. Namun, menarik untuk menunggu reaksi Jokowi atas sikap resmi PDI-P ini.
Penolakan publik
Pada sisi lain, rakyat menentang rencana revisi ini karena dinilai dapat melemahkan, bahkan membunuh KPK yang sudah berdiri sejak 2002. Alasannya, pada draf revisi UU yang ada, diatur bahwa KPK hanya diberi waktu selama 12 tahun setelah revisi UU tersebut diundangkan.
Selain itu, ada pula batasan bahwa KPK hanya bisa menangani kasus dengan kerugian negara minimal Rp 50 miliar. Kewenangan penyadapan KPK juga harus dilakukan melalui izin pengadilan. Padahal, selama ini banyak kasus besar yang terungkap dari hasil penyadapan.
KPK juga diusulkan tak lagi menyelidik dan menyidik perkara korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum. Terakhir, akan dibentuk juga lembaga pengawas untuk mengawasi kinerja KPK.
Hingga Minggu (11/10/2015) malam, petisi "Jangan Bunuh KPK, Hentikan Revisi UU KPK" yang dibuat oleh Suryo Bagus di change.org sudah ditandatangani oleh lebih dari 40.000 netizen. Penolakan ini tak hanya terjadi di dunia maya.
Sejak revisi ini mencuat pekan lalu, penolakan juga muncul melalui aksi masyarakat. Misalnya, di depan Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, demonstran menggelar aksi peletakan batu pertama museum KPK untuk menyindir upaya pembubaran lembaga antirasuah itu.
Tingkat kepercayaan publik tinggi