JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan General Manager Divisi Gedung PT Hutama Karya Budi Rachmat Kurniawan melakukan korupsi dalam proses pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran Tahap III di Sorong, Papua, pada Badan Pengembangan SDM Kementerian Perhubungan. Dalam kasus ini, Budi disebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 40,2 miliar.
"Terdakwa melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum. Perbuatan terdakwa memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi," ujar jaksa Dzakiyul Fikri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Budi dianggap memengaruhi proses lelang pengadaan pembangunan proyek tersebut dengan memberi imbalan kepada Kuasa Pengguna Anggaran dan Pejabat Pembuat Komitmen agar memenangkan PT Hutama Karya. Demi memenuhi keinginannya, Budi menemui Dirjen Perhubungan Laut Bobby Reynold Mamahit selaku ketua panitia pengadaan dan jasa pengadaan modal proyek tersebut dan menyampaikannya untuk mengikuti lelang.
Melalui Theofilius Waimuri, Budi menyampaikan kepada Bobby untuk memenangkan PT Hutama Karya dalam proyek pembangunan BP2IP Sorong Tahap III tahun 2011. Bobby kemudian meminta Budi menemui Djoko Pramono selaku Kepala Pusat Diklat Perhubungan Laut saat itu.
Djoko mengatakan, ada kebutuhan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai kontrak untuk diberikan kepada atasan panitia pengadaan dan disetujui oleh Budi. Pada Februari 2011, Panitia pengadaan mengumumkan proyek BP2IP Sorong Tahap III dengan harga perkiraan sendiri sebesar Rp 96,4 miliar.
"Namun, lelang tersebut tidak pernah dilaksanakan kemudian HPS tersebut diajukan kembali untuk pengadaan yang sama pada tahun 2011," kata Jaksa.
Untuk menutupi arranger fee yang disepakati Budi dan memperoleh HPS yang lebih tinggi, dilakukan penggelembungan atau mark up volume Bill of Quality (BoQ) dan volume pekerjaan dengan 13 divisi atau jenis bangunan tanpa mengubau nilai anggaran yang diajuksn. HPS pun diubah menjadi Rp 105,532 miliar.
Atas bantuan tersebut, PT Hutama Karya memberi imbalan secara bertahap sebesar Rp 20,84 miliar. Budi juga telah membayar pembelian owner estimate kepada Irawan sebesar Rp 200 juta yang dijadikan dasar dalam mengajukan penawaran oleh PT Hutama Karya.
Atas permintaan Budi, Irawan mengubah sistem evaluasi penilaian dari sistem gugur menjadi sistem merit point. Kemenangan PT Hutama Karya dalam lelang tersebut kemudian disanggah oleh PT Panca Duta Karya Abadi dan diputuskan untuk dilakukan lelang ulang.
Mengetahui perusahaannya batal jadi pemenang lelang, Budi kembali menghubungi Bobby dan Djoko untuk meminta PT Hutama Karya tetap dimenangkan.
"Irawan kemudian membuat skenario untuk menghambat PT Panca Duta Karya Abadi dalam mengikuti lelang dan menambahkan syarat lelang yang diskriminatif, diantaranya persyaratan Sertifikat Badan Usaha yang tak dimiliki PT Panca Duta Karya Abadi," kata jaksa.
Akhirnya dilakukan lelang ulang dengan HPS sebesar Rp 95,4 miliar. Budi pun menandatangani kontrak pembangunan proyek bersama Sugiarto selaku POJ dengan nilai kontrak sebesar Rp 91,3 miliar.
Saat melaksanakan proyek tersebut, ternyata ditemukan adanya pekerjaan tambah kurang atau Change Contract Order. Setelah dilakukan pertemuan dengan KPA dan Kepala BP2IP, dilakukan negosiasi dan disepakati harga atas CCO tersebut sebesar Rp 99,75 miliar.
"Terdakwa juga mengalihkan sebagian pekerjaan utamanya ke subkontraktor dengan menggunakan harga yang sudah dinegosiasi tanpa persetujuan tertulis dari PPK," tutur jaksa.
Selain itu, Budi juga melakukan kontrak jual beli terkait pekerjaan arsitektur dengan supplier material. Pekerjaan yang terkait langsung dengan pekerjaan utama berupa pembelian material untuk bahan bakar, sewa alat, dan sebagainya.
Tak hanya itu, Budi juga mengalokasikan biaya untuk arranger fee kepada sejunlah pihak terkait proyek BP2IP Sorong tahap III. Ia juga membuat kontrak fiktif dengan merekayasa dokumen kontrak beserta proses penentuan rekanan, dokumen BA prestasi pekerjaan, dokumen pembayaran, dengan membuat rekening penampungan untuk menampung pembayaran dari PPSDM. Budi dijerat pidana Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomo 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.