"Daerah yang memiliki calon tunggal tetap dilaksanakan pemilihan merupakan solusi yang bijak dan konstitusional terhadap tercabutnya hak memilih dan dipilih rakyat dalam pilkada," kata Basarah, melalui pesan singkat, Rabu (30/9/2015).
Sejak awal, kata dia, KPU beranggapan jika penundaan pelaksanaan pilkada bagi daerah dengan calon tunggal bukan sebuah pelanggaran. Namun, putusan MK dinilainya telah menggugurkan logika yang digunakan KPU.
"Putusan MK yang mengatur pemilihan bagi calon tunggal dilaksanakan dengan cara meminta persetujuan rakyat melalui model "Ya" atau "Tidak" juga menggugurkan sikap pragmatisme yang dimiliki oleh sebagian parpol di daerah yang rela mengorbankan kepentingan rakyat hanya semata karena tidak siap kalah dalam pilkada," kata dia.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan di MPR itu, berharap, KPU segera menindaklanjuti putusan MK dengan membuat peraturan pelaksanaan lanjutan. Dengan demikian, agenda pelaksanaan pilkada dapat terselenggara dengan baik dan efektif.
Mahkamah Konstitusi menetapkan norma baru dalam mekanisme pemilihan kepala daerah dengan satu pasangan calon (calon tunggal). MK mengatur bahwa pemilihan calon tunggal dilakukan menggunakan kolom "setuju" dan "tidak setuju".
Menurut MK, pemilihan melalui kolom "setuju" dan "tidak setuju" bertujuan memberikan hak masyarakat untuk memilih calon kepala daerahnya sendiri. Sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam demokrasi, masyarakat diberikan hak untuk mengikuti pemilihan, termasuk untuk memilih menunda pemilihan.
Apabila yang memilih kolom "setuju" lebih banyak, calon tunggal itu ditetapkan sebagai kepala daerah. Tetapi, jika lebih banyak yang memilih "tidak setuju", maka pelaksanaan pilkada di daerah tersebut akan ditunda hingga pilkada pada periode selanjutnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.