Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8 Kejanggalan Putusan MK soal Pemeriksaan Anggota DPR

Kompas.com - 27/09/2015, 18:07 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesia Corruption Watch mencatat ada delapan kejanggalan dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014 yang mengharuskan penegak hukum mendapat izin Presiden sebelum memeriksa anggota Dewan.

Pertama, putusan MK keluar dari petitum yang dimohonkan. MK telah memutus di luar permohonan pemohon uji materi, Supriyadi Eddyono Widodo dan Perkumpulan Masyarakat Pembaharuan Hukum Pidana.

Petitum permohonan uji materi atas Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD ini mengenai pengguguran kewajiban untuk memperoleh izin dari Mahkamah Kehormatan Dewan bagi penegak hukum dalam melakukan proses hukum terhadap anggota legislatif. Namun, MK justru memunculkan norma baru dalam proses pemeriksaan anggota legislatif, yaitu adanya persetujuan tertulis dari Presiden.

"Hal ini tidak dimohonkan dalam petitum pemohon, tetapi MK justru memutus demikian," kata Peneliti Hukum ICW, Lalola Ester, Minggu (27/9/2015).


Kedua, putusan MK ini dianggap inkonsisten dan ahistoris dengan putusan sebelumnya, 76/PUU-XII/2014. Saat itu, MK membatalkan keharusan penyidik Kejaksaan dan Kepolisian untuk memperoleh izin presiden dalam hal pemeriksaan terhadap kepala daerah.

Permohonan ini dikabulkan oleh MK karena izin tersebut dianggap bertentangan dengan asas equality before the law.

Ketiga, putusan MK ini mengganggu independensi peradilan karena proses hukum justru tergantung pada izin presiden. Padahal, di dalam Putusan MK Nomor 73/PUU-IX/2011 disebutkan, syarat persetujuan tertulis dari Presiden untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan akan menghambat percepatan proses peradilan dan secara tidak langsung mengintervensi sistem penegakan keadilan.

Mahkamah mempertimbangkan pendapat tertulis dari KPK yang menyatakan bahwa persyaratan persetujuan tertulis dari Presiden telah menghambat keseluruhan proses peradilan.

"Pasal 24 ayat (1) UUD 1945 jelas menjamin bahwa sistem peradilan di Indonesia harus bebas dari intervensi," ucap Lalola.

Keempat, Putusan pengujian pasal tersebut bertentangan dengan kewenangan MK. Menurut hukum, MK memiliki wewenang sebagai negative legislator. Ketika MK dalam putusannya memberikan izin kepada presiden, MK justru menambah norma dan menjadi positive legislator, wewenang yang bertentangan dengan kewenangannya. 

Kelima, putusan MK menimbulkan ketidakpastian hukum dan menghambat proses hukum. Hal ini salah satunya dikarenakan tidak adanya batasan jangka waktu permohonan izin tersebut.

"Artinya, jika Presiden RI tidak mengeluarkan izin tertulis, proses hukum terhadap anggota legislatif yang sudah menjadi tersangka tidak bisa dilanjutkan," ucapnya.

Keenam, putusan MK ini akan menimbulkan ketegangan dan kegaduhan politik baru. Sebagai pengemban fungsi eksekutif, pemberlakuan norma ini justru dapat membuat presiden RI menggunakan wewenang tersebut untuk melindungi koalisinya dan menyerang oposisinya. 

Ketujuh, putusan MK ini menimbulkan diskriminasi di hadapan hukum. Karena keputusan ini, anggota legislatif cenderung lebih sulit untuk dihukum dan menjalankan proses hukum, meskipun telah diduga melakukan tindak pidana.

"Betul, anggota legislatif memiliki hak imunitas. Namun, hal tersebut tidak dimaksudkan demikian karena yang dimaksud hak imunitas adalah imunitas terhadap ucapan, bukan pada imunitas perbuatan pidana," ucapnya.

Kedelapan, Rapat Pemusyawaratan Hakim (RPH) dilakukan pada November 2014, tetapi diputus pada 22 September 2015. RPH dilaksanakan pada 20 November 2014, tetapi putusannya baru dibacakan hampir satu tahun kemudian, yaitu pada 22 September 2015.

"Waktu yang terpaut jauh ini menjadi menarik untuk disikapi secara kristis karena ini berarti tidak semua hakim MK yang sudah melakukan RPH atas permohonan pengujian UU MD3 turut memutus pengujian permohonan tersebut," ucap Lalola.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dorong Pembentukan Pansus, Anggota Timwas Haji DPR RI Soroti Alih Kuota Tambahan Haji

Dorong Pembentukan Pansus, Anggota Timwas Haji DPR RI Soroti Alih Kuota Tambahan Haji

Nasional
Timwas Haji DPR Desak Pembentukan Pansus untuk Evaluasi Penyelenggaraan Haji secara Menyeluruh

Timwas Haji DPR Desak Pembentukan Pansus untuk Evaluasi Penyelenggaraan Haji secara Menyeluruh

Nasional
Puan Sebut DPR Akan Bentuk Pansus Haji, Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024

Puan Sebut DPR Akan Bentuk Pansus Haji, Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024

Nasional
Timwas Haji DPR Imbau Pemerintah Tingkatkan Kenyamanan Jemaah Haji Saat Lempar Jumrah di Mina

Timwas Haji DPR Imbau Pemerintah Tingkatkan Kenyamanan Jemaah Haji Saat Lempar Jumrah di Mina

Nasional
Sandiaga: Sekarang Ekonomi Dirasakan Berat, Harga-harga Bebani Masyarakat...

Sandiaga: Sekarang Ekonomi Dirasakan Berat, Harga-harga Bebani Masyarakat...

Nasional
Terima Keluhan Jemaah Haji, Anggota Timwas Haji DPR: Pemerintah Dinilai Abaikan Rekomendasi DPR

Terima Keluhan Jemaah Haji, Anggota Timwas Haji DPR: Pemerintah Dinilai Abaikan Rekomendasi DPR

Nasional
Zita Anjani Berkurban Dua Sapi di Cipinang, Beri Nama Anyeong dan Haseyo

Zita Anjani Berkurban Dua Sapi di Cipinang, Beri Nama Anyeong dan Haseyo

Nasional
Rayakan Idul Adha, Menko Polhukam Ungkit Pengorbanan untuk Bangsa dan Negara

Rayakan Idul Adha, Menko Polhukam Ungkit Pengorbanan untuk Bangsa dan Negara

Nasional
Paus Fransiskus Akan Kunjungi Masjid Istiqlal Pada 5 September 2024

Paus Fransiskus Akan Kunjungi Masjid Istiqlal Pada 5 September 2024

Nasional
Soal Kans Dampingi Anies pada Pilkada Jakarta, Ida Fauziyah: Belum Membicarakan sampai ke Situ

Soal Kans Dampingi Anies pada Pilkada Jakarta, Ida Fauziyah: Belum Membicarakan sampai ke Situ

Nasional
Pimpinan KPK Dinilai Tak Mau Tangkap Harun Masiku, Bukan Tidak Mampu

Pimpinan KPK Dinilai Tak Mau Tangkap Harun Masiku, Bukan Tidak Mampu

Nasional
Muhadjir: Pelaku Judi 'Online' Dihukum, Penerima Bansos Itu Anggota Keluarganya

Muhadjir: Pelaku Judi "Online" Dihukum, Penerima Bansos Itu Anggota Keluarganya

Nasional
Prabowo Sumbang Ratusan Hewan Kurban, Gerindra: Rasa Syukur Pemilu 2024 Berjalan Lancar

Prabowo Sumbang Ratusan Hewan Kurban, Gerindra: Rasa Syukur Pemilu 2024 Berjalan Lancar

Nasional
Idul Adha, Prabowo Berkurban 48 Sapi ke Warga Kecamatan Babakan Madang, Bogor

Idul Adha, Prabowo Berkurban 48 Sapi ke Warga Kecamatan Babakan Madang, Bogor

Nasional
Golkar Jagokan Putri Akbar Tanjung, Sekar Krisnauli, pada Pilkada Solo

Golkar Jagokan Putri Akbar Tanjung, Sekar Krisnauli, pada Pilkada Solo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com