Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Diabaikan oleh DPR, DPD Bisa Minta Pembatalan UU MD3

Kompas.com - 24/09/2015, 11:33 WIB
Dylan Aprialdo Rachman

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Pakar hukum tata negara, Refly Harun, menilai bahwa putusan Mahkamah Konstitusi agar DPR dan pemerintah mengikutsertakan Dewan Perwakilan Daerah dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) yang berkaitan dengan daerah akan sia-sia jika tidak dilaksanakan oleh DPR. DPD juga dapat meminta pembatalan undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD jika DPR mengabaikan putusan MK itu.

"UU MD3 kan sudah dilakukan judicial review pada 27 Maret 2013 mengatakan bahwa DPD memiliki hak untuk mengajukan RUU sama seperti DPR, lalu RUU itu dibahas bersama. Tapi keputusan waktu itu malah tidak dilaksanakan oleh DPR," ujar Refly saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (23/9/2015).

Refly menuturkan, sikap DPR tersebut membuat keberadaan DPD tidak diberdayakan dengan maksimal dalam proses legislasi yang menyangkut kepentingan dan aspirasi masyarakat daerah. Menurut Refly, DPR seharusnya menghormati hukum dengan cara melaksanakan putusan MK tersebut.

Ia mengatakan, jika putusan MK kali ini tidak dilaksanakan dan diakomodasi dengan baik oleh DPR, maka DPD memiliki hak untuk membatalkan keberadaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) ke MK. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah permasalahan yang sama terulang kembali serta menimbulkan efek jera bagi DPR untuk tidak berlaku sewenang-wenang.

"Ya, ajukanlah ke MK, minta batalkan dong undang-undang ini. Kasih warning ke DPR kalau UU MD3 ini bermasalah dan perintahkan bikin undang-undang baru sesuai putusan MK kali ini, harusnya begitu," kata Refly.

Refly mengapresiasi putusan MK ini karena membuat DPD memiliki kekuatan dan kewenangan sejajar. Putusan itu diharapkan mampu mendorong kinerja DPD dalam memperjuangkan proses legislasi yang menyangkut kepentingan dan aspirasi masyarakat daerah.

"Sekarang ada equality untuk perjuangan DPD terhadap beberapa isu daerah, seperti otonomi daerah, perimbangan keuangan, hubungan antarpusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam daerah dan lain-lain," ucapnya.

Meskipun demikian, Refly mengingatkan bahwa potensi DPD bisa kembali terpinggirkan, sehingga DPR perlu memperhatikan dengan baik prosedur dan substansi dari hasil putusan MK itu. Jika DPD tidak diikutsertakan atau tidak menyetujui RUU yang dibahas, maka RUU tersebut sudah cacat formil.

"Prosedur itu unsur formilnya, sementara substansi unsur materiilnya. Kalau, misalnya, DPD merasa tidak senang selama pembahasan, kan mereka bisa walkout, bisa menyatakan berhenti tidak akan membahas lagi. Nah ketika tidak mau membahas lagi, seharusnya RUU itu tidak bisa dibahas karena sudah cacat formil," ujar dia.

Putusan MK

Pada sidang perkara nomor 79/PUU-XII/2014, Selasa (22/9), Ketua Hakim MK Arief Hidayat membacakan putusan majelis konstitusi bahwa pemerintah dan DPR harus mengikutsertakan DPD dalam pembahasan RUU yang berkaitan dengan daerah, sebelum mengambil persetujuan bersama antara pemerintah dan DPR. (Baca: MK Putuskan DPD Ikut Pembahasan RUU yang Terkait Daerah)

Pembahasan bersama itu mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber ekonomi lain, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

Selain itu, hakim konstitusi juga memutuskan bahwa DPD memiliki wewenang mengajukan RUU berkaitan daerah, sebagaimana termuat dalam Pasal 166 UUMD3.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com