Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suryadharma: Kiswah yang Disita KPK Tak Bernilai Ekonomis yang Memperkaya Saya

Kompas.com - 07/09/2015, 19:15 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali didakwa menerima kain penutup kabah atau kiswah oleh pengusaha asal Arab Saudi, Cholid Abdul Latief Sodiq Saefudin. Pemberian kain itu disebut sebagai imbalan untuk Suryadharma karena meloloskan penawaran penyewaan rumah jamaah haji pada tahun 2010 yang diajukan Cholid.

Namun, Suryadharma tidak terima saat kain tersebut disita Komisi Pemberantasan Korupsi. Ia menganggap, kiswah itu hanya selembar kain biasa yang tidak memiliki nilai jual tinggi.

"Kiswah itu tidak memiliki nilai ekonomis yang dapat memperkaya saya. Kiswah tersebut hanya memiliki nilai agamis spiritual," ujar Suryadharma di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (7/9/2015).

KPK menyita selembar kiswah itu pada 28 Mei 2015 di rumah Suryadharma, tepat setahun dan enam hari setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka. Bahkan, kata Suryadharma, kiswah itu bisa ditemukan di tempat-tempat umum seperti kios dan pedagang kaki lima pinggir jalan di Mekkah dan Madinah.

"Selembar kiswah yang dijadikan barbuk bisa jadi asli atau mungkin tiruannya. Yang pasti bukanlah kiswah pada jaman khalifah dinasti Fathimiyah Mesir, Al-muiz Zi Dinilah tahun 362 Hijriah atau 972 masehi yang bertabur emas dan permata rubi safir dan emerald," kata Suryadharma.

Lagipula, kata dia, selama penyidikan, KPK tidak pernah menyinggung soal kiswah tersebut untuk mengkonfirmasi asal-usulnya. "Saya tidak pernah dikonfirmasi apakah kiswah itu dari seseorang untuk memuluskan maksudnya sebagai penyedia pemondokan dan atau katering," kata dia.

Dalam berkas dakwaan, Cholid menawarkan empat rumah yang berlokasi di Syare' Mansyur dan Thandawabi, Mekkah. Saat itu, Cholid menjanjikan akan memberikan fee sebesar 25 riyal atau Rp 93.853 per jamaah kepada orang yang dapat meloloskan empat rumah tersebut menjadi perumahan jemaah haji Indonesia.

Mulanya, tim penyewaan perumahan jamaah haji Indonesia menolak empat rumah tersebut karena dianggap tidak memenuhi persyaratan. Atas penolakannya itu, Cholid lantas meminta bantuan Mukhlisin yang merupakan kader Partai Persatuan Pembangunan untuk menawarkan kembali empat rumah tersebut kepada tim penyewaan perumahan.

Kemudian, Mukhlisin meminta Suryadharma menerima rumah yang ditawarkan Cholid. Suryadharma pun menyerahkan berkas perumahan yang ditawarkan Cholid kepada tim penyewaan perumahan, namun kembali ditolak oleh tim dengan alasan yang sama.

Suryadharma kemudian menghubungi ketua tim, Zainal Abidin Supi untuk menerima rumah-rumah yang ditawarkan Mukhlisin dan Cholid. Padahal, Suryadharma tahu bahwa rumah tersebut tidak memenuhi kualifikasi dan harga sewanya lebih tinggi daripada harga pasar. (Baca: Suryadharma Didakwa Rugikan Negara Rp 27 Miliar dan Belasan Juta Riyal Saudi)

"Menindaklanjuti permintaan terdakwa, tim penyewaan perumahan akhirnya menerima rumah-rumah yang ditawarkan Mukhlisin tanpa verifikasi terlebih dahulu," kata jaksa.

Setelah itu, Mohammad Syairozi Dimyathi selaku Konsul Haji membayar Cholid dan Fuad Ibrahim Atsani sebesar 7.187.550riyal saudi atau Rp 26.983.177.129. Harga tersebut melebihi harga pasar yang hanya sebesar 4.720.000 riyal saudi atau Rp 17.719.611.836.

Atas perbuatannya, Suryadharma disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUH Pidana.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com