Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dianggap Pemicu Mundurnya Pilkada Serentak, Ini Sanksi untuk Partai Politik

Kompas.com - 11/08/2015, 06:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilihan Langsung Kepala Daerah (Serentak) 2015 tertunda untuk tujuh daerah, hal ini dinilai lantaran tindakan partai politik yang tidak mendaftarkan calonnya ke KPU setempat. Tindakan parpol tersebut dianggap telah abai dalam menjalankan fungsi kepartaian sehingga menyandera demokrasi di tingkat lokal.

"Kefungsian partai politik terancam disandera oleh kepentingan pragmatisme segelintir elit politik yang berlaku lancung dengan tidak mendaftarkan kandidatnya dalam Pilkada Serentak hingga perlu diperpanjang. Pragmatisme politik ini cenderung memanfaatkan cela peraturan terkait pemilukada, baik UU Pilkada maupun peraturan KPU yang menegaskan kemungkinan daerah yang memiliki calon hanya satu pasang akan ditunda pelaksanaannya hingga Pilkada tahun 2017," kata Muradi, Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjadjaran, Bandung kepada Kompas.com, Senin (10/8/2015).

Muradi memaparkan, perpanjangan masa pendaftaran untuk tujuh daerah yang masih memiliki satu pasang calon juga tidak cukup membantu. Artinya, lanjut dia, situasi ini memerlukan penegasan-penegasan agar laku lancung dan tidak bertanggung jawab elit dan partai politik peserta pemilu tidak menyabot dan menyandera praktik demokrasi lokal tersebut.

Ditegaskan Muradi, fungsi kepolitikan dari parpol dalam melakukan rekrutmen, mengakselerasi kehendak publik hingga kaderisasi kepemimpinan politik seharusnya selaras dengan hak konstitusi publik untuk memilih pemimpinnya. "Sehingga apabila kemudian partai politik abai dalam menjalankan kefungsian tersebut sanksi bagi partai politik yang menyabot dan menyandera praktik Pilkada Serentak tersebut adalah keniscayaan untuk diterapkan."

Terkait sanksi, Muradi menguraikan dua skema, yakni skema berjenjang dengan basis penilaian penyelenggara pemilu baik KPU kabupaten/kota maupun provinsi bersama Panwaslu kabupaten/kota dan Bawaslu provinsi. "Pada skema ini bisa saja DKPP ikut dilibatkan untuk juga melakukan penilaian atas rekomendasi untuk pemberian sanksi pada partai politik di daerah di mana partai politiknya tidak menjalankan fungsinya. Rekomendasi sanksi ini juga perlu untuk melibatkan unsur Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM untuk menegaskan asas keterlibatan bersama," ucap Muradi.

Skema kedua, KPU setempat dan Panwas serta Bawaslu melakukan penilaian dengan membentuk semacam panel ahli yang berasal dari masyarakat untuk ikut terlibat dalam menilai partai-partai politik tersebut, sehingga akan didapat penilaian yang berintegritas untuk merekomendasikan pencabutan keikutsertaaan partai bersangkutan di daerah tersebut melalui KPU, Bawaslu pusat dengan pelibatan DKPP ke pemerintah.

"Dua skema pemberian sanksi tersebut harus juga ditegaskan ada dalam perppu sebagai respon dari kebuntuan atas praktik tidak sehat sejumlah partai politik di sejumlah daerah tersebut. Sehingga pilkada serantak bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya," tutup Muradi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com