JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali menilai, Komisi Pemberantasan Korupsi bersikap tidak adil dalam memperlakukan dirinya dalam proses hukum kasus dugaan korupsi dana penyelenggaraan haji.
"Saya merasa KPK ini tidak adil. Kalau pimpinan KPK ada masalah hukum, contoh Abraham Samad, bisa ada penundaan penahanan, penangguhan penahanan. BW (Bambang Widjojanto) juga begitu. Novel (Baswedan) juga begitu. Tapi, ketika saya meminta penangguhan penahanan, enggak bisa," ujar Suryadharma Ali seusai mendatangi Gedung KPK, Jakarta, (7/8/2015).
Suryadharma juga menganggap KPK bertindak tebang pilih dalam penanganan kasus. Ia mencontohkan dugaan penyerahan uang suap ke mantan pimpinan KPK, M Yasin, pada 2008.
"Juga ada proses tebang pilih, misalnya, Dr M Yasin, pejabat KPK, pada tanggal 8 Agustus 2008 itu menerima uang dari Ade Rahardja. Dia terima Rp 3,5 miliar untuk tiga orang, (yakni) Yasin, saya lupa, ada tiga orang. Itu enggak diproses secara hukum," kata dia.
Meski demikian, suap kepada Yasin itu dianggap tidak memiliki bukti kuat. (Baca: Inilah Dokumen Lengkap Rekomendasi Tim Delapan [4])
Suryadharma menganggap KPK menyalahi prosedur dalam melakukan penyidikan kasusnya. Ia menilai KPK keliru mengeluarkan surat penyidikan dengan surat penetapannya sebagai tersangka pada waktu yang bersamaan.
"Saya merasa KPK sewenang-wenang. Yang namanya penyidikan harusnya dilakukan dulu karena penyidikan itu adalah proses untuk mencari barang bukti, setelah itu ditetapkan tersangka," kata Suryadharma.
Suryadharma juga menyinggung jumlah kerugian negara yang hingga saat ini belum diungkapkan oleh KPK dan Badan Pemeriksaan Keuangan. Dugaan sementara KPK, korupsi yang dilakukan Suryadharma merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,8 miliar.
"BPK sebagai lembaga yang paling berwenang untuk menghitung kerugian negara belum melakukan penghitungan dan belum menyampaikan kepada publik berapa kerugian negara yang diderita akibat tindakan korupsi yang dilakukan oleh Suryadharma Ali," kata dia.
Dalam kasus dugaan penyalahgunaan dana operasional menteri (DOM) pada Kementerian Agama tahun 2011-2014, Suryadharma juga menyinggung ketidakjelasan KPK dalam memastikan letak pelanggaran hukum dan jumlah kerugian negara yang ditimbulkan oleh dirinya. "Saya tanya, DOM ini pelanggaran hukumnya mana, enggak dijawab. Kerugian negaranya di mana, enggak dijawab, jadi apa dasarnya?" ujar mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan tersebut.
Suryadharma menjadi tersangka dalam dua kasus tindak pidana korupsi. Pada kasus pertama, Suryadharma selaku Menteri Agama 2009-2014 diduga menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan dana operasional menteri di Kementerian Agama 2011-2014.
Adapun dalam kasus penyelenggaraan haji, Suryadharma diduga memanfaatkan dana setoran awal haji oleh masyarakat untuk membiayai pejabat Kementerian Agama dan keluarganya naik haji. Keluarga yang ikut diongkosi meliputi para istri pejabat Kementerian Agama. Kuota haji diduga juga diberikan kepada wartawan.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan transaksi mencurigakan yang menunjukkan bahwa Suryadharma mengajak 33 orang untuk berangkat haji. KPK juga menduga ada penggelembungan harga terkait dengan katering, pemondokan, dan transportasi jemaah haji.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.