Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Pasal Penghinaan Presiden, Amir Minta Jokowi Tak Salahkan SBY

Kompas.com - 06/08/2015, 16:26 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia pada era Susilo Bambang Yudhoyono, Amir Syamsuddin, meminta pemerintahan Joko Widodo tidak menyalahkan SBY soal adanya pasal larangan penghinaan presiden dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

"Tidak perlu lempar-melempar seperti itu," kata Amir saat dihubungi, Kamis (6/8/2015).

Amir mengakui, pasal mengenai larangan menghina presiden itu memang pernah diajukannya ke DPR. Namun, pasal tersebut juga sudah dibahas oleh pemerintahan-pemerintahan sebelumnya. (Baca: Yasonna: Pasal Penghinaan Sekarang Beda dengan Zaman Pak Harto)

Lagi pula, kata dia, pemerintahan Jokowi bisa saja menghapus pasal tersebut jika memang tidak setuju.

"Jangan menunggu ada pro dan kontra, lalu dianggap itu warisan pemerintahan SBY," ucap Amir. (Baca: Fahri Hamzah: Penghinaan Jadi Hiburan bagi Pejabat Publik)

Amir menambahkan, pasal mengenai penghinaan presiden ini juga berbeda dengan yang diputuskan MK. Di pasal tersebut, menurut dia, ditambahkan kalimat agar seorang tak bisa dipidana ketika mengkritik presiden demi kepentingan publik. Dia pun meminta pemerintah Jokowi mengkaji dulu pasal tersebut bersama DPR.

"Ini kelihatannya kalau sudah timbul kehebohan banyak orang mencoba melepaskan. Harusnya kaji dulu baik-baik. Tak perlu mencari popularitas," ucap Amir.

Presiden Jokowi tetap berusaha mengajukan pasal penghinaan terhadap presiden dalam revisi Undang-Undang KUHP. Menurut dia, pengajuan pasal itu sebenarnya sudah dilakukan sejak pemerintahan sebelumnya dan dia hanya melanjutkannya saat ini. (Baca: Jokowi: Pasal Penghinaan Presiden Diajukan Pemerintah Sebelumnya)

"Itu juga pemerintah yang lalu usulkan itu dan ini dilanjutkan dimasukkan lagi," kata Jokowi di Istana Bogor, Rabu (5/8/2015).

Menurut Jokowi, yang diusulkan dalam revisi UU KUHP baru berbentuk rancangan sehingga dia heran mengapa pasal itu terlalu diributkan. Dia berpendapat bahwa kini "bola" berada di Dewan Perwakilan Rakyat, apakah meloloskan pasal itu atau tidak.

"Namanya juga rancangan, terserah di Dewan dong. Itu rancangan saja kok ramai," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com