Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pansel KY Minta Harjono Jelaskan Kedekatannya dengan PDI-P

Kompas.com - 04/08/2015, 14:31 WIB
Indra Akuntono

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Seleksi Calon Komisioner Komisi Yudisial (Pansel KY) meminta salah satu calon komisioner KY, Harjono, untuk mengklarifikasi kedekatannya dengan PDI Perjuangan. Permintaan Pansel KY itu diungkapkan oleh anggota Pansel KY saat Harjono mengikuti tes wawancara terbuka di Gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (4/8/2015).

"Apakah Bapak punya kedekatan khusus dengan PDI atau PDI-P?" tanya anggota Pansel KY, Ahmad Fikri Assegaf, kepada Harjono.

Menjawab itu, Harjono langsung membantah memiliki kedekatan khusus dengan PDI-P. Ia mengungkapkan, PDI-P memang sempat menawarinya untuk menjadi calon anggota legislatif (DPR RI) dari daerah pemilihan Jawa Timur pada Pemilu 1999.

Akan tetapi, Harjono menolak tawaran tersebut karena tidak tertarik pada politik dan ingin meneruskan profesinya sebagai dosen. "Saya bilang secara halus, saya masih ingin tetap menjadi dosen," kata Harjono.

Pada Pemilu 1999, kata Harjono, PDI-P dan PKB menang di Jawa Timur. Ia pun kembali ditawari menjadi anggota MPR untuk utusan daerah Jawa Timur. Kali ini, Harjono menerima tawaran tersebut. Alasannya karena menjadi anggota MPR utusan daerah tidak terikat dengan partai politik dan tetap diperbolehkan mengajar sebagai dosen.

"Menjadi anggota MPR utusan daerah itu tidak berurusan dengan partai," ucapnya.

Setelah menjadi anggota MPR, Harjono kemudian diusulkan oleh pemerintah menjadi hakim Mahkamah Konstitusi. Pria kelahiran Nganjuk, 31 Maret 1948 itu menjadi hakim konstitusi selama dua periode.

Terkait masa tugasnya di MK, Ketua Pansel KY Harkristuti Harkrisnowo meminta Harjono menyampaikan laporan harta kekayaan dan alasannya tidak memperbarui laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN). Harjono mengakui terakhir kali dirinya menyampaikan LHKPN adalah pada 2002.

"Alasan tertentunya adalah kalau korupsi, saya enggak. Itu masalah ketidakcermatan saya. File-nya ada, sudah diisi, tapi tidak pernah saya serahkan," ucap Harjono.

Ia lalu menjelaskan bahwa saat ini memiliki mobil Honda CRV yang dibelinya saat masih menjadi hakim MK. Sebagai hakim MK saat itu, ia mendapat Rp 75 juta sebagai dana tunjangan kendaraan dinas pejabat tinggi negara.

Di periode kedua, Harjono menyampaikan ada peningkatan penghasilan sebagai hakim MK. Ia lalu memutuskan membeli sebuah rumah dengan cara mencicil selama 15 tahun, dan membeli dua mobil, masing-masing Toyota Camry dan Toyota Kijang Innova.

Kedua mobil yang dibelinya itu kemudian ia sewakan. Uang hasil penyewaan mobil ia gunakan untuk menambah biaya kuliah anak-anaknya.

"Kenapa saya beli dua mobil? Mobil ini saya rentalkan, anak saya masih kuliah, jadi ambil duit dari rental saja," ucapnya.

Selanjutnya, Harjono juga mengakui memiliki empat bidang tanah dengan harga masing-masing bidangnya sekitar Rp 300 juta. Ia juga menyampaikan bahwa istrinya memiliki rumah di sekitar Gubeng, Surabaya, yang merupakan hasil warisan orangtua. "Silakan Anda buka account saya di PPATK, terbuka saja," ujar Harjono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Revisi UU MK Dinilai Cenderung Jadi Alat Sandera Kepentingan, Misalnya Menambah Kementerian

Revisi UU MK Dinilai Cenderung Jadi Alat Sandera Kepentingan, Misalnya Menambah Kementerian

Nasional
Didampingi Gibran, Prabowo Bertolak ke Qatar Usai Temui Presiden MBZ di UEA

Didampingi Gibran, Prabowo Bertolak ke Qatar Usai Temui Presiden MBZ di UEA

Nasional
Grace Natalie Bertemu Jokowi, Diberi Tugas Baru di Pemerintahan

Grace Natalie Bertemu Jokowi, Diberi Tugas Baru di Pemerintahan

Nasional
Anggap Hukuman Terlalu Ringan, KPK Banding Putusan Sekretaris MA Hasbi Hasan

Anggap Hukuman Terlalu Ringan, KPK Banding Putusan Sekretaris MA Hasbi Hasan

Nasional
Masuk Prolegnas Prioritas Tak Bisa Jadi Dalih DPR Diam-diam Revisi UU MK

Masuk Prolegnas Prioritas Tak Bisa Jadi Dalih DPR Diam-diam Revisi UU MK

Nasional
Diam-diam Revisi UU MK, DPR Dianggap Kangkangi Aturan

Diam-diam Revisi UU MK, DPR Dianggap Kangkangi Aturan

Nasional
Ketua BPK Bungkam Ditanya soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 Miliar ke Kementan

Ketua BPK Bungkam Ditanya soal Dugaan Auditor Minta Rp 12 Miliar ke Kementan

Nasional
7 Anggota LPSK 2024-2029 Ucapkan Sumpah di Hadapan Jokowi

7 Anggota LPSK 2024-2029 Ucapkan Sumpah di Hadapan Jokowi

Nasional
Komentari RUU Penyiaran, Mahfud: Keblinger, Masak Media Tak Boleh Investigasi?

Komentari RUU Penyiaran, Mahfud: Keblinger, Masak Media Tak Boleh Investigasi?

Nasional
Modifikasi Cuaca Akan Dilakukan untuk Kurangi Intensitas Hujan di Sumbar

Modifikasi Cuaca Akan Dilakukan untuk Kurangi Intensitas Hujan di Sumbar

Nasional
KPK Periksa Sekjen DPR RI Indra Iskandar

KPK Periksa Sekjen DPR RI Indra Iskandar

Nasional
Sidang Dugaan Pemerasan SYL, Jaksa Hadirkan 5 Pejabat Kementan Jadi Saksi

Sidang Dugaan Pemerasan SYL, Jaksa Hadirkan 5 Pejabat Kementan Jadi Saksi

Nasional
2 Desa di Pulau Gunung Ruang Tak Boleh Lagi Dihuni, Semua Warga Bakal Direlokasi

2 Desa di Pulau Gunung Ruang Tak Boleh Lagi Dihuni, Semua Warga Bakal Direlokasi

Nasional
Sentil DPR soal Revisi UU MK, Pakar: Dipaksakan, Kental Kepentingan Politik

Sentil DPR soal Revisi UU MK, Pakar: Dipaksakan, Kental Kepentingan Politik

Nasional
Ucapkan Sumpah di Hadapan Jokowi, Suharto Sah Jadi Wakil Ketua MA

Ucapkan Sumpah di Hadapan Jokowi, Suharto Sah Jadi Wakil Ketua MA

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com