JAKARTA, KOMPAS - Tema Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama, 1-5 Agustus 2015, di Jombang adalah "Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia dan Dunia". Tema ini menunjukkan adanya kesadaran baru orientasi keberislaman, bukan hanya inward looking, melainkan juga outward looking. NU tidak hanya didedikasikan untuk Indonesia, tetapi juga untuk dunia.
Kesadaran ini tentu tidak muncul tiba-tiba, tapi melalui diskusi panjang dengan memperhatikan perkembangan NU, Islam Indonesia, dan dunia Islam. Melalui tema ini, NU ingin mengubah orientasi Islam Nusantara, dari "importir" jadi "eksportir"; dari "konsumen" jadi "produsen".
Agenda ini bukan hanya penting untuk NU, melainkan juga untuk Muhammadiyah dan organisasi-organisasi Islam lain yang menyadari pentingnya Tanah Air, nasionalisme, dan kebangsaan sebagai pijakan dakwah Islamiah. Tanah Air itulah tempat berpijak membangun peradaban.
Makna dan isu strategis
Dua organisasi Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah, dengan karakter masing-masing sudah membuktikan relevansinya sebagai penyangga dan jangkar kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahkan, Gus Dur-yang pikiran-pikiran kebangsaannya banyak berpengaruh di NU- menyatakan, apa pun pengorbanan yang harus dikeluarkan dan berapa pun harga yang harus dibayar, Pancasila dan NKRI harus dipertahankan.
Muktamar NU kali ini punya beberapa makna strategis. Pertama, dengan pergantian kepemimpinan nasional yang pemerintahannya belum sepenuhnya stabil, NU dituntut mengambil peran dan memastikan pemerintahan baru berjalan di atas rel yang benar. Secara ideologi tidak ada yang perlu dikhawatirkan, tapi kebijakan-kebijakan yang diambil harus dipastikan tidak menyengsarakan rakyat kecil yang sebagian besar warga NU.
Kedua, Timur Tengah yang selama ini menjadi kiblat dalam melihat dunia Islam sedang berada dalam instabilitas politik yang parah. Musim Semi Arab yang berembus di berbagai belahan dunia Islam sejak 2010 ternyata tak sepenuhnya membawa perubahan mencerahkan. Tak sedikit kawasan Timur Tengah yang masih terus bergolak, saling berperang, saling bunuh, yang sebagian besar dilakukan sesama umat Islam. Munculnya NIIS juga menjadi tambahan persoalan.