JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Zulkarnain menilai, terlibatnya mantan terpidana korupsi dalam Pemilihan Kepala Daerah akan berdampak kurang baik bagi calon tersebut. Menurut dia, calon kepala daerah yang pernah memiliki catatan hitam dalam hukum, termasuk melakukan korupsi, akan diragukan integritasnya oleh masyarakat.
"Dampaknya, tampilnya pejabat publik yang diragukan dapat melaksanakan amanah dengan baik, mudah diserang, kurang dipercaya, dan seterusnya," ujar Zulkarnain melalui pesan singkat, Kamis (30/7/2015).
Zulkarnain mengatakan, masyarakat dapat menilai kepatutan seorang calon kepala daerah berdasarkan integritas yang bersangkutan.
Meski begitu, peraturan KPU tidak melarang partisipasi mantan terpidana. Begitu pula putusan Mahkamah Konstitusi yang memperbolehkan mantan terpidana mengikuti Pilkada.
"Hal itu karena ketaatan hukum yang hanya legal formal, belum disertai integritas yang baik didasarkan etika, kepatutan dan kewajaran, baik partai, calon dan masyarakat," kata Zulkarnain.
Sementara itu, pimpinan sementara KPK Johan Budi menilai tidak etis jika seorang mantan terpidana kasus korupsi mencalonkan diri sebagai kepala daerah. (baca: KPK: Kurang Etis Mantan Terpidana Korupsi Maju Pilkada)
"Terasa kurang etis jika mantan terpidana korupsi kemudian mengikuti pilkada lagi," ujar Johan.
Seperti dikutip harian Kompas, sejumlah terpidana perkara korupsi yang baru dibebaskan kurang dari satu tahun lalu mendaftar untuk mengikuti Pilkada serentak yang akan digelar Desember 2015. Ini antara lain terjadi di Semarang, Jawa Tengah, dan Sulawesi Utara.
Di Semarang, Jawa Tengah, satu dari tiga pasangan calon yang mendaftar mengikuti Pilkada serentak adalah pasangan mantan Wali Kota Semarang Soemarmo HS dan Zuber Safawi. Mereka diusung Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Kebangkitan Bangsa. (baca: Lewat Iklan di Koran, Mantan Napi Ungkapkan Niat Bertarung di Pilkada)
Soemarmo menjabat Wali Kota Semarang pada 2010-2012. Berdasarkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, dia bersama Sekretaris Daerah Kota Semarang dinyatakan terbukti menyuap anggota DPRD Kota Semarang untuk meloloskan beberapa program dalam APBD dan dihukum 1,5 tahun penjara.
Mahkamah Agung lalu memperberat hukumannya menjadi 3 tahun penjara dan denda Rp 50 juta. Ia selesai menjalani hukumannya pada September 2014.
Dua mantan narapidana kasus korupsi, Jimmy Rimba Rogi (61) dan Elly Engelbert Lasut (47), mendaftar mengikuti Pilkada di Sulawesi Utara. (baca: Dukung Eks Napi Korupsi di Pilkada Manado, PAN Yakin Jimmy Rimba Sudah Kapok)
Jimmy Rimba Rogi yang diusung Partai Golkar berpasangan dengan Bobby Daud dari Partai Amanat Nasional mendaftar sebagai bakal calon wali kota Manado.
Sementara itu, Elly Engelbert Lasut, juga dari Golkar, yang berpasangan dengan David Bobihoe Akib mendaftar sebagai calon gubernur Sulawesi Utara.
Jimmy Rimba Rogi yang pernah menjabat sebagai Wali Kota Manado pada 2005-2008 menghirup udara bebas pada Maret lalu setelah ditahan selama tujuh tahun di LP Sukamiskin, Bandung. Dia dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi APBD Kota Manado tahun 2006 senilai Rp 64 miliar.
Sementara itu, Elly Engelbert Lasut pernah menjadi narapidana dalam perkara korupsi surat perintah perjalanan dinas (SPPD) fiktif dan dana pendidikan Gerakan Nasional Orangtua Asuh (GN OTA). Dalam perkara tersebut, Elly dihukum tujuh tahun penjara dan bebas pada November 2014.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.