Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenkeu Bela Kebijakan Sri Mulyani di Kasus Kondensat

Kompas.com - 04/06/2015, 19:15 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Bagian Bantuan Hukum Kementerian Keuangan Didik Hariyanto keberatan terhadap pemberitaan sejumlah media massa yang mendiskreditkan Sri Mulyani dalam perkara dugaan korupsi melalui penjualan kondensat.

Didik membenarkan bahwa Sri Mulyani saat menjabat sebagai Menteri Keuangan pernah menandatangani surat cara pembayaran penjualan kondensat dari PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (PT TPPI) dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas atau yang dahulu bernama BP Migas).

"Hanya sekadar pembayaran penjualan. Hanya menyetujui skema pembayarannya dari calon pembeli ke kas negara. Tidak ada masalah, itu hal biasa dalam transaksi bisnis," ujar Didik di Kompleks Mabes Polri, Kamis (4/6/2015).

"Ini sekaligus mengklarifikasi pemberitaan seolah-olah Ibu Sri Mulyani menyetujui penjualan kondensat atau menyetujui sistem penunjukan langsung. Sama sekali tidak benar," kata Didik.

Didik melanjutkan, persetujuan cara bayar tersebut bertujuan untuk mengamankan agar semua hasil penjualan masuk ke kas negara dan tidak diselewengkan. Kebijakan tersebut merupakan hal yang wajib dilakukan oleh Menteri Keuangan untuk memproyeksikan penerimaan negara.

Sebelumnya, penyidik dari Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri memiliki pertanyaan besar terhadap mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Pertanyaan terkait peran Sri dalam penjualan kondensat dari BP Migas ke PT TPPI yang berujung pada perkara hukum.

Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Brigjen Victor Edison Simanjuntak mengatakan, penyidik mendapatkan informasi, Sri Mulyani menyetujui cara pembayaran kondensat oleh PT TPPI kepada SKK Migas. PT TPPI diketahui merupakan perusahaan yang ditunjuk SKK Migas untuk menjual kondensat bagian negara.

"Yang menjadi pertanyaan, penandatanganan itu sudah dilakukan sebelum pihak SKK Migas menandatangani kontrak kerjanya dengan PT TPPI. Seharusnya, itu baru bisa ditandatangani jika sudah ada kontrak kerja," ujar Victor di Kompleks Mabes Polri, Senin (1/6/2015).

Victor mengatakan, seharusnya persetujuan cara pembayaran tersebut didasarkan kepada kontrak kerja antara SKK Migas dan PT TPPI. Namun, penyidik telah mendapatkan informasi bahwa Sri menandatangani surat tersebut hanya berdasarkan surat-surat rencana penjualan kondensat dari SKK Migas saja.

Penyidik telah melayangkan panggilan kali pertama ke Sri yang saat ini sedang berada di New York, Amerika Serikat. Jika Sri tak memenuhi pemeriksaan di Jakarta, penyidik sendiri yang akan mendatangi Sri ke New York untuk melaksanakan pemeriksaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com